ada yang bilang, kalau seseorang hanya memikirkan konsep kebahagiaan tanpa pernah benar-benar berusaha untuk mengejarnya. dan itu egois.
kamu tidak bisa menunggu kebahagiaan datang jika kamu hanya terfokus pada ide bahagiamu tanpa kamu mengusahakannya. bahagia bisa datang di sela-sela kamu mengejarnya.
serta tidak ada kebetulan di hidup ini, hanya orang-orang yang saling mengambil keputusan. satu keputusan yang bisa mengubah jalan hidup yang lain. semuanya berhubungan. semuanya kembali lagi pada diri kita.
jadi di sinilah changmin, berusaha mengejar apa yang menurutnya benar. karena lebih baik ia gagal untuk meraih, daripada menerka-nerka hal yang tidak sempat ia lakukan.
ponselnya menunjukkan pukul sepuluh lebih beberapa menit. changmin hampir putus asa, langkah kakinya cepat ke sana kemari namun ia tidak menemukan yang dicarinya.
ia mencoba menghubungi, namun tidak ada jawaban. begitupun saat ia menghubungi chanhee dan kevin.
sepuluh lebih lima belas menit.
saat asa akhirnya terkikis dan menyusut perlahan, langkah kakinya pun melambat. changmin akhirnya terduduk di pinggiran area yang sepi. melesakkan wajahnya pada lengan yang terlipat.
lo bilang lo bakal nungguin.
ㅡ
cukup lama changmin berdiam. suara sayup-sayup yang memanggilnya tidak tertangkap telinga atas pikirannya yang gaduh.
“hei.” diiringi usapan pada bahu, membuat changmin mengangkat wajahnya. matanya mengerjap beberapa kali, berusaha mengembalikan fokus pikirannya.
”...juyeon?” gumamnya pelan. lebih kepada diri sendiri. ia mengecek lagi ponselnya yang menunjukkan pukul setengah sebelas.
“ini jam setengah sebelas...” ucapnya seakan juyeon tidak mempunyai jam sendiri.
yang sedari tadi berdiri di hadapannya mengulurkan tangan, mengajak changmin untuk berdiri. kemudian ia merengkuh tubuh kecilnya dalam dekapan.
“makasih udah dateng. makasih...” berkali-kali ucapan terima kasih dibisikkan juyeon pada telinga changmin.
changmin tidak mengerti apa maksud perkataan juyeon. ia hanya membiarkan lelaki itu mengurungnya dalam kedua lengan.
segera setelah juyeon menarik diri, ia berucap lagi. “gue cuma nganter hyunjae balik ke new york. dia dapet panggilan kerjaan di sana.”
“hah?” tidak ada respon lain yang bisa changmin berikan. pikirannya masih susah payah memproses satu persatu hal yang terjadi.
“changmin,” panggil juyeon, meraih tangan changmin untuk digenggam. “i can't lose you this way, gue belum bener-bener berusaha.”
changmin makin dibuat bingung namun ia juga tidak dapat memberi tanggapan yang berarti. jadi ia hanya mendengarkan.
“lo bilang, kalo lo udah berubah dan gue nggak ngenalin lo. karena udah terlalu lama. tapi, changmin-” juyeon menarik napasnya. “gue mau mulai lagi dari awal. gue mau kenalan lagi sama lo, gue mau lo kasih tau apa yang gue lewatin selama gue nggak ada. gue mau kenalan sama dunia lo yang sekarang, changmin.”
kalau dunia sebelumnya adalah hal yang mengerikan bagi changmin, mungkin karena ia belum cukup menyadari hal-hal kecil di sekitarnya. hal terkecil yang membuatnya masih membuka mata di esok hari, melakukan sesuatu yang disenangi, dan kembali menutup mata untuk menunggu hari esok.
harapan.
“jadi-” changmin menatap uluran tangan juyeon di hadapannya. “halo, kenalin nama gue lee juyeon.”