“aku anterin ke dalem nggak?”
changmin tertawa kecil. “nggak usah, kak. kayak nganterin anak tk sekolah aja.”
younghoon ikut tertawa, ia menepuk puncak kepala changmin pelan. “nanti pulangnya gimana?”
“gampang nanti biar aku telfon chanhee atau naik ojol. kamu masih ada kerjaan kan, kak?”
younghoon menjawab dengan anggukan. “tetep hubungin aku ya kalo mau balik? yaudah gih masuk.”
setelah melempar lambaian tangan singkat, changmin berbalik untuk masuk melewati pintu kaca. ia langsung mendapati juyeon yang berdiri tidak jauh dari pintu.
“kok lo di sini?” tanya changmin.
“iya, tempatnya di atas takutnya lo nyasar. yuk?” juyeon menunjuk lantai dua dengan tangannya.
“ooh.” changmin mengangguk sebelum kemudian mengikuti juyeon menaiki tangga. ia menatap punggung yang terlalu familiar juga lama tak dilihatnya.
changmin menghela napas.
let it go, changmin.
ㅡ
sudah ada tiga orang yang duduk mengelilingi meja. satu wajah terlihat tidak asing bagi changmin.
“ini hyunjae.” juyeon memperkenalkan pria yang tidak asing itu pada changmin.
“kak hyunjae.” hyunjae mengoreksi sembari mengulurkan tangannya yang langsung disambut oleh changmin.
“changmin.”
“halah beda setahun doang,” ledek juyeon. hyunjae hanya memberi ekspresi jelek andalannya pada juyeon.
“gue temennya juyeon pas di new york. dia banyak cerita soal lo juga,” celetuk hyunjae.
benar. changmin ingat ia pernah melihat beberapa postingan juyeon bersama hyunjae. meskipun ia selalu berusaha untuk menggeser layar tiap kali postingan juyeon muncul.
juyeon kemudian memperkenalkan dua orang lainnya yang merupakan teman hyunjae. mereka juga sukarela masuk ke dalam tim saat hyunjae menawarkan. changmin tidak pandai bersosialisasi dengan orang baru, tapi hyunjae selalu melibatkannya di dalam obrolan.
pertemuan kali itu tidak berlangsung lama seperti rapat-rapat sebelumnya karena tujuan juyeon hanyalah memperkenalkan changmin pada anggota tim dan menjelaskan garis besar project mereka serta progress yang sudah tercapai. changmin sebenarnya cukup kagum atas kinerja juyeon. ia tidak menyangka juyeon bisa mewujudkan mimpinya yang dulu masih terasa sulit untuk dibayangkan.
ㅡ
“changmin balik naik apa?” tanya hyunjae saat juyeon mengakhiri pertemuan sore itu.
“gue kayaknya pesen ojol aja, kak. temen gue nggak bisa jemput ternyata.” changmin melambaikan ponselnya.
“dianter juyeon aja, gimana?”
“eh-” changmin tidak sempat menyela saat hyunjae sudah menepuk lengan juyeon yang sedang menyampirkan tas selempangnya.
“bisa kan lo nganterin changmin?”
juyeon menoleh ke arah changmin yang terlihat bingung. “bisa, sih.”
jadi di sinilah mereka berdua. di dalam mobil juyeon yang membelah lalu lintas. tak ada satupun yang bertukar suara. changmin sedari tadi bermain dengan ponselnya, berharap ia cepat sampai ke rumah.
“eh, ini belok kanan kan?” tanya juyeon saat mereka tiba di persimpangan.
changmin kaget mendengar juyeon yang bertanya tiba-tiba. ia mengangkat wajahnya untuk melihat jalanan.
“iya, kanan.”
“sori, ya. gue rada lupa jalan sini.”
changmin bergumam. “iya, gakpapa.”
juyeon membanting setirnya untuk berbelok ke kanan. kembali hening sejenak sebelum akhirnya juyeon angkat bicara.
“tadi... yang nganter lo itu temen lo yang nggak bisa jemput?”
“hm?” changmin meletakkan ponselnya di pangkuan, berusaha menemukan suaranya untuk menjawab pertanyaan juyeon. “bukan- itu... kak younghoon.”
“younghoon?” ulang juyeon.
“iya. senior gue dulu.” changmin menggigit bibirnya kemudian menambahkan. “lo pernah kok ketemu dia dulu pas jurusan gue ada acara. cuman sekali sih, jadi wajar aja kalo lo lupa.”
juyeon mengangguk pelan mendengar penjelasan changmin. jadi bukan sekedar teman. karena juyeon juga melihatnya saat tak sengaja bertemu mereka di tempat makan beberapa hari yang lalu.
“changmin.”
“ya?”
juyeon menarik napas. “lo... ada yang mau diomongin, nggak?”
changmin melirik ke arah juyeon sekilas sebelum memandangi jalanan di depannya lagi.
“ngomong... apa?”
“ya apa gitu? kan kita lama nggak ketemu.”
“oh...” changmin membenarkan posisi duduknya. “hmm, apa ya. nggak ada sih, gue seneng aja lo udah balik.”
“selain itu?”
juyeon benci mengakui ini tapi ia dapat merasakan changmin selalu berusaha menahan diri dan berhati-hati setiap bersamanya. ia tahu tiga tahun bukan waktu yang sebentar, ditambah minimnya komunikasi bahkan tidak ada sama sekali kecuali satu atau dua kabar dari chanhee. tapi juyeon hanya ingin tahu bagaimana kabar changmin, apa hal yang disukainya sekarang, apa ia masih membenci selai kacang, apa ia masih mengoleksi komik. juyeon hanya ingin ngobrol dengan changmin seperti dulu lagi.
“itu pager item rumah lo, kan?” ucap juyeon memecahkan keheningan karena changmin tak kunjung memberi jawaban.
“ah, iya.”
juyeon menghentikan mobilnya tepat di depan rumah changmin. bangunannya tidak banyak berubah, hanya catnya yang diganti. ia berharap rumah changmin jaraknya berkilo-kilo jauhnya agar ia bisa berlama-lama ngobrol dengan changmin, karena ia kangen hanya berada di samping lelaki itu.
“makasih ya, juyeon.”
changmin menundukkan kepalanya pada jendela di sebelah juyeon, tersenyum singkat.
juyeon membalas senyumnya. “sama-sama, changmin.”