changmin tidak sempat mengalihkan pandangan saat matanya bertemu dengan sepasang mata milik seseorang yang saat ini sangat ingin dihindarinya. ia buru-buru memutar badannya dan berpura-pura sibuk dengan ponselnya.
jangan ke sini, jangan ke sini, jangan ke sini...
sebuah tepukan di pundak. “changmin.”
“eh-” changmin berbalik, menampakkan ekspresi kaget yang niatnya terlihat natural tapi gagal. juyeon berdiri di hadapannya dengan senyum di wajah.
“yuk, balik.” juyeon menganggukkan kepalanya meminta changmin untuk beranjak, namun yang lebih kecil masih terduduk di tempatnya. “atau masih mau main?”
“engga- gue... gue nungguin temen.”
“chanhee, kan? dia tadi yang nyuruh gue jemput lo.”
bangsat
“tapi- tadi gue disuruh nunggu di sini, mereka mau ke sini kok.” changmin berkelit meskipun sebenarnya ia sendiri tidak yakin.
juyeon mengeluarkan ponselnya lalu mengetuk layarnya beberapa kali sebelum menunjukkannya pada changmin.
“nih.”
changmin dapat melihat dengan jelas tulisan 'changmin di lt. 3' lalu sebuah tautan lokasi di bawahnya. tak lupa tambahan 'jemput sekarang ya kak'. changmin menarik napas mencoba meredam sumpah serapah yang siap ia lontarkan pada chanhee.
choi chanhee tunggu aja gue datengin rumah lo
“jadi?” juyeon mengantongi ponselnya kembali.
changmin menghela napas seraya berdiri dengan sedikit hentakan karena kesal. ia berjalan melewati juyeon, “cari minum dulu deh gue haus.”
juyeon menahan senyum sebelum kemudian mengekor di belakang changmin.
ㅡ
“kenapa sih?”
changmin akhirnya kesal juga karena ia tidak bisa menikmati minumannya dengan tenang. di depannya juyeon menumpukan wajah pada telapak tangan, mengamati changmin dengan senyum tipis.
“enggaaa.” juyeon menegakkan punggungnya. “emang kenapa sih sewot banget?”
“ya lo tuh kenapa.”
“dih abis nulis surat begitu kok marah-marah. sedih nih gue.” juyeon melengkungkan bibirnya.
“apaan sih, kak?? udahlah gue mau pulang sekarang.” changmin berdiri dari kursinya sambil menyambar minumannya yang masih isi setengah.
“eh, iya maaf maaf.” juyeon buru-buru menangkap tangan changmin mencegahnya untuk beranjak. “abisin dulu lah minumnya.”
changmin berdecak, kembali lagi ke kursinya dan menyedot minumannya banyak-banyak.
“makasih ya, kak udah bikin pengalaman ospek gue menyenang- aduh, iya iya maaf, gue diem sekarang beneran.” juyeon tidak sempat melanjutkan isi surat changmin karena yang sedang ditirukan sudah menghadiahinya sebuah cubitan keras di lengan.
“diem gak?”
“belum apa-apa udah KDRT nih, changmin. padahal di surat katanya mau belajar menyayangi gue.”
changmin menyembunyikan wajahnya di atas permukaan meja. “aahhh bisa gak dibahas gak sih???”
juyeon tertawa melihat kelakuan lelaki di depannya. “kenapa sih emangnya?”
“ya gue malu.” suara changmin teredam tapi juyeon masih bisa menangkapnya. ia mengulurkan tangan untuk mengusak rambut changmin gemas. jemarinya bertahan di sana untuk memainkan helai rambut lelaki itu.
“makasih ya, udah nulis surat buat gue. walaupun gue lebih pengen lo ngomong langsung, tapi surat itu udah lebih dari cukup buat gue. gue tau butuh banyak keberanian buat lo nulis itu and i appreciate it a lot.” juyeon berhenti sejenak, merapikan rambut changmin yang ia mainkan. “changmin, ini mungkin bakal kedengeran sangat cheesy tapi gue pengen bilang makasih. makasih udah dateng ke hidup gue, you won't know how much you mean to me and how i could finally stand on my feet again.”
changmin menangkap pergelangan tangan juyeon yang masih bermain dengan rambutnya. “udahan ngomongnya, i get it.”
jangan ngomong lagi, gue beneran pengen nangis sekarang. lo gatau seberapa besar lo juga bikin gue ngelawan ketakutan gue sendiri. tapi mungkin lain kali, gue bisa bilang semuanya ke lo. sampe saat itu tiba, semoga kita masih bareng-bareng. karena gue pengen ada sama lo untuk waktu yang lama, juyeon.
“mau pulang sekarang?” juyeon bertanya setelah changmin akhirnya mengangkat wajahnya menatap lelaki di depannya. changmin mengangguk pelan, ia bangkit dari duduknya lalu mengulurkan sebelah tangannya pada juyeon.
“ayo.”