• commissioned by anonymous • pairing : jukyu • word count : 3189 words • tags : boy pussy, first time sex, nipple play, fingering, thigh job, unprotected sex
“JUYO!”
Seruan itu mengagetkan Juyeon. Ia buru-buru mengangkat kepalanya yang sedari tadi ditopang tangan. Duduk di seberangnya, Changmin menatap Juyeon dengan kedua alis bertaut rapat. Bibirnya mengerucut sebal.
Oh, sepertinya pacarnya marah.
“Iya, Sayang. Gimana?” Juyeon menunjukkan senyum terbaiknya namun Changmin tampaknya tak luluh.
“Ternyata dari tadi gue ngoceh sendiri?” Changmin berdecak kesal. Ditaruhnya sendok ke piring makanannya yang baru habis setengah. “Males, ah. Gue mau pulang.”
“Eh, bentar, bentar.” Juyeon menepuk dahinya sebelum mengejar Changmin yang sudah beranjak pergi. Ia merutuki Younghoon yang membuatnya jadi memikirkan omongannya semalam. Sepupu sialannya itu tiba-tiba bertanya sudah sejauh mana hubungan Juyeon dan Changmin.
“Lo belom pernah ituan sama Changmin?”
“Apaan?”
“Serius lo, Ju?”
“Ciuman aja baru tiga kali. Dua kalinya di pipi.”
“Asli. Nggak ketolong.”
Gara-gara itu Juyeon jadi terpancing. Direnungkannya semalaman hingga hari ini tanpa sengaja ia jadi melamun saat Changmin bercerita di depannya.
“Belom ada setengah jam kamu keluar rumah masa udah mau balik, sih?” ucap Juyeon begitu ia berhasil menyusul pacar mungilnya yang masih bersungut-sungut itu. Tetap kelihatan lucu di matanya.
“Abisan lo ngeselin! Gue kan mau cerita soal dosen gue yang rese, yang selalu bikin hidup gue di kampus susah! Tapi lo malah ngelamun.”
“Maaf, ya? Aku dengerin, deh. Janji.”
“Udah nggak mood gue.”
“Ya, udah. Kalo gitu mau ke mana? Jangan pulang dulu, dong,” bujuk Juyeon.
Pada akhirnya Juyeon membawa Changmin ke kosnya karena pacarnya itu sudah malas ke mana-mana. Untung wajahnya sudah tak sesuram tadi begitu Juyeon membelikannya sekotak es krim berukuran besar.
“Mau nonton film?” tanya Juyeon. Ia melempar kunci motornya ke atas meja lalu melepas jaketnya. Pacarnya sibuk membuka wadah es krim setelah mengambil sendok dari rak piring Juyeon.
“Nonton apa?” Changmin bertanya dengan sendok di mulutnya.
Juyeon menatap Changmin sejenak. Sebuah ide seketika melintas di kepalanya. Sudah enam bulan lebih Changmin jadi pacarnya, tapi aksi terjauhnya adalah ciuman. Alasannya karena Juyeon tidak mau Changmin melakukan sesuatu yang membuatnya tak nyaman. Akhirnya Juyeon hanya menunggu Changmin berinisiatif lebih dulu meski seringnya cowok itu ragu-ragu. Tentu saja Juyeon ingin melakukan hal-hal yang dilakukan juga oleh Younghoon dan pacarnya, tapi ia tidak boleh terburu-buru. Dan salah satu caranya mungkin seperti ini.
“Nonton ini aja.” Juyeon memilih satu film untuk diputar di laptopnya sebelum ia menyamankan diri di samping Changmin.
Awalnya Changmin masih fokus pada film itu sambil menikmati es krimnya. Di sebelahnya Juyeon melingkarkan satu tangan pada pinggang Changmin dan menyandarkan kepalanya di bahu cowok itu. Menuju pertengahan film, ekspresi Changmin mulai berubah. Keningnya berkerut dan tatapannya menyimpan tanda tanya. Hingga adegan kedua pemeran masuk ke kamar lalu mulai melucuti pakaian terpampang di layar, Changmin menekan tombol pause.
“Ini film apaan, sih?” desisnya.
Alih-alih menjawab, Juyeon malah menyingkirkan tangan Changmin dari keyboard dan meneruskan filmnya. “Udah, liat aja dulu.”
Changmin masih sangsi. Duduknya mulai gelisah ketika pemeran utamanya mulai menempelkan bibir lalu naik ke atas ranjang. Tak lama kemudian muncul suara-suara dari speaker laptop yang membuat Changmin mengalihkan pandangannya dari layar.
“Pengen, deh.”
Kepala Changmin seketika menoleh tanpa ia sempat menyadari. Juyeon masih terpaku pada film di layar laptopnya, namun senyum tipis terulas di bibirnya.
“Pengen…apa?” tanya Changmin hati-hati.
“Kayak gitu.” Juyeon lalu menatap Changmin. Ada sesuatu dalam sorot matanya yang membuat Changmin membeku di tempatnya. Ia membiarkan Juyeon menyingkirkan wadah es krim yang dingin dari genggamannya. Napasnya tertahan ketika Juyeon sudah berada di atasnya, satu tangannya hinggap di sisi wajah Changmin.
Changmin sudah pernah merasakan bibir Juyeon di bibirnya. Sekali. Namun sensasinya tetap sama, kepalanya tetap terasa pusing. Kali ini Juyeon melakukannya lebih lama, lebih dalam. Tangannya bahkan berkeliaran ke seluruh tubuhnya.
Manis. Bibir Changmin manis. Sisa es krim bercampur dengan lip balm rasa buah yang selalu dipakainya. Juyeon menghentikan aksinya sejenak, wajahnya hanya berjarak beberapa senti dari Changmin. Pipi cowok itu merah dan hangat.
“Changmin, aku boleh nggak…?”
Pertanyaan Juyeon menggantung di udara. Pacar mungilnya itu menatapnya dengan kedua bola matanya yang bulat, menunggu. Namun sepertinya Juyeon tak berniat melanjutkan pertanyaannya dengan kata-kata. Sebagai gantinya, tangannya turun ke bagian depan celana Changmin, melepas kancingnya dengan mudah. Perlahan Juyeon menarik turun celana jins milik Changmin hingga paha mulus pacarnya itu terekspos. Napas Juyeon tercekat.
Film yang masih dibiarkan terputar itu menjadi background suara di kamar kos Juyeon. Ia kembali mengarahkan pandangannya pada Changmin yang masih tak bergerak dari posisinya. Setelah celana jins Changmin terlepas sempurna, Juyeon menyelipkan jempolnya di balik celana dalam Changmin untuk menariknya lepas juga.
“Juyo-” Changmin membuka suara bersamaan dengan tangannya yang menahan aksi Juyeon lebih lanjut. Juyeon mengangkat wajahnya, mendapati Changmin menggigit bibirnya sambil menggeleng lambat. “Gue- kayaknya nggak bisa. Jangan sekarang…”
Butuh beberapa detik hingga Juyeon mendapatkan kesadarannya kembali. Ia mengerjapkan matanya cepat lalu berdeham canggung. Keduanya tak tahu harus melakukan apa hingga Juyeon akhirnya menghela napas lalu menarik Changmin ke dalam pelukannya.
“Maaf. Aku minta maaf,” bisiknya. “Kamu nggak papa, kan?”
“Nggak- gue cuma-” Changmin tampak bingung merangkai kalimatnya.
Juyeon melepas pelukannya. “Aku ke kamar mandi dulu, ya.”
Ditinggalkannya Changmin yang termenung di depan layar laptop yang masih menyala. Cowok itu menutup laptop sembari mendesah pelan. Suara film yang tiba-tiba mati digantikan dengan suara keran air dari dalam kamar mandi. Perasaan asing dan bersalah mulai merayap di benak Changmin.
Setelah kejadian itu Changmin berusaha meminta maaf pada Juyeon. Dan meskipun cowok itu berkata bahwa ia tidak mempermasalahkannya, ekspresi kecewa di wajah Juyeon terlalu kentara.
Jujur saja, Changmin bukannya tidak mau melakukannya dengan Juyeon. Ia hanya belum terbiasa dengan semuanya. Seumur hidupnya Changmin tidak pernah terpikir menyukai seorang cowok apalagi sampai berpacaran dengan cowok yang sekaligus adalah sahabatnya. Ciuman pertamanya saja masih terasa aneh dan baru untuk Changmin. Bukan membenci, hanya asing.
Gara-gara kejadian di kos Juyeon, Changmin jadi beberapa kali memimpikan hal itu. Dan tak jarang ia bangun dengan basah di celananya. Changmin merasa malu. Mungkin jauh di lubuk hatinya ia menginginkan hal itu, tapi pengalamannya benar-benar nol. Setidaknya Changmin harus tahu apa yang butuh disiapkannya sebelum melakukannya dengan Juyeon.
Yang tidak Juyeon sangka adalah akhir pekan itu Changmin meminta izin untuk menginap di kos Juyeon. Cowok itu bilang kalau rumahnya sedang kedatangan tamu dan dia malas beramah-tamah.
Changmin meminjam kaos milik Juyeon yang terlalu besar di badannya untuk tidur. Tapi ia tak peduli dan bergegas meringkuk di balik selimut.
“Ju?” panggil Changmin dalam gelapnya kamar. Juyeon yang memeluknya dari belakang hanya menggumam pelan. “Udah tidur?”
“Kenapa?” Suara Juyeon serak. Sepertinya cowok itu memang sudah sempat terlelap.
Changmin membalikkan badannya ke arah Juyeon. “Juyo.”
“Apa, Sayang? Kamu nggak bisa tidur?”
“Let’s do it.”
Suara Changmin begitu kecil, hampir tak terdengar. Namun berhasil membuat Juyeon terjaga sepenuhnya.
“Hm?” Juyeon mengangkat alisnya, meminta Changmin mengulangi ucapannya. Pacarnya tidak menjawab, tapi tangannya terulur untuk meraih tangan Juyeon dan meletakkannya di pinggulnya. “Kamu…?”
Changmin mengangguk cepat. Seperti diberi lampu hijau Juyeon tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Sudah seminggu lebih ia terpaksa bermain solo akibat menahan hasratnya. Sekarang pacarnya sendiri yang meminta, Juyeon tak mau melewatkannya.
“Tumben kamu pengen? Abis kesambet apa?”
“Sst. Berisik.”
Juyeon cekikikan. Kepalanya menyusup ke balik kaos kebesaran yang dipakai Changmin. Hidungnya menyentuh kulit perut Changmin, menghirup aroma tubuhnya dalam-dalam. Pacarnya bau bayi.
Dibawanya naik bibirnya yang menjelajah tiap inci kulit halus Changmin hingga sampai ke dadanya. Diciuminya dada pacarnya dengan bibirnya yang menggores lembut area di sekitar puncak dada Changmin. Sengaja menghindari puting susu pacarnya yang mulai mengeras.
“Mmh, Ju…”
“Hmm?”
Changmin hanya bisa berpegang pada lengan Juyeon sementara cowok itu berkelana di balik kaosnya. Puncak dadanya terasa ngilu dan tegang. Ia bergidik tiap kali bibir Juyeon menyentuh area di sekitarnya.
Kemudian hangat. Basah. Juyeon mengulum sebelah putingnya dan memainkan lidahnya di sana. Changmin menarik napas cepat atas sensasi yang tiba-tiba diterima tubuhnya. Rasanya aneh. Semuanya terasa baru untuk Changmin. Tapi tubuhnya bereaksi sebaliknya.
Sudah lama Juyeon ingin menikmati tiap lekuk tubuh pacarnya itu. Biasanya ia hanya mampu memeluk, melingkarkan tangannya pada pinggang ramping pacarnya. Sekarang tubuh itu ada dalam rengkuhannya sepenuhnya. Juyeon merasakan tangan Changmin hinggap di kepalanya, perlahan mendorongnya untuk mengisap putingnya lebih dalam. Dan ketika Juyeon melakukannya, tubuh Changmin bereaksi dengan hebat. Punggungnya terangkat hingga hampir melengkung sempurna.
“Suka?”
Jantung Changmin serasa berhenti berdetak. Juyeon bertanya dengan suara beratnya seakan itu bukan apa-apa. Untung saja cowok itu tak bisa melihat wajah Changmin dari balik kaosnya karena Changmin sudah benar-benar merah hingga ke telinga.
Changmin menelan ludah dengan susah payah sebelum menjawab, “S- Suka.”
Cukup lama Juyeon bermain dengan dadanya hingga Changmin merasa dirinya sudah basah di bawah sana. Ia tak bisa mengontrolnya. Kemudian Juyeon menarik dirinya keluar, menatap pacarnya yang napasnya setengah berantakan sebelum mengecup bibirnya lembut.
“You’re doing good.”
Juyeon melepas kaos hitamnya lalu melemparnya ke sudut kasur. Changmin mengerjapkan matanya kagok karena di hadapannya sekarang terpampang nyata tubuh pacarnya yang biasanya hanya ia rasakan melalui pelukan. Harus ia akui walaupun tak sekekar atlet, Juyeon memiliki proporsi tubuh yang bagus.
“Aku lepas ya, Sayang?” ujar Juyeon sembari ia menanggalkan kaos dari badan mungil Changmin. Puncak dadanya yang bengkak dan memerah kini terlihat jelas. Tangannya lalu beralih melepas celana pendek Changmin. Alisnya seketika terangkat kala ia menyaksikan apa yang ada di depan matanya.
Ada area yang lebih gelap di permukaan celana dalam Changmin.
Menyadari apa yang Juyeon temukan, Changmin buru-buru merapatkan pahanya. Menyembunyikan apa yang baru saja disaksikan pacarnya. Seketika Juyeon menahan senyum.
“Nggak apa-apa. Nggak usah malu sama aku,” ucapnya menenangkan. Mengikuti arahan tangan Juyeon, Changmin membuka kembali pahanya pelan-pelan. Lalu dibiarkan Juyeon mengambil alih.
Tenggorokan Juyeon seperti tercekik begitu ia berhasil melepas satu-satunya kain yang membalut tubuh Changmin. Kini tak ada sehelai benang pun yang tersisa.
Changmin terlihat…indah.
“Kamu cantik banget.”
Dan Juyeon harus menyuarakannya dengan kata-kata.
Kalimat Juyeon tak ayal membuat Changmin memalingkan wajahnya ke sisi kamar. Ia terlampau rikuh untuk menerima pujian dan tatapan dari pacarnya itu. Sebelumnya tak ada yang pernah memujinya cantik dan ia baru menyadari bahwa ia mungkin menyukai itu. Atau karena sesederhana pujian itu datangnya dari Juyeon.
“I will touch you here, okay?”
Lagi-lagi Juyeon membuat Changmin ingin berteriak keras. Lakuin aja kenapa, sih!? Jangan kebanyakan ngomong.
Refleks Changmin memejamkan matanya saat ia merasakan sentuhan pada kemaluannya. Juyeon menggesek bibir vaginanya dengan gerakan memutar oleh jempolnya, membiarkan Changmin semakin basah.
Juyeon mengawasi Changmin yang masih tak mau melihat ke arahnya. Cowok itu menggigit bibir namun tetap ada lenguhan-lenguhan kecil yang lolos dari tenggorokan. Juyeon mengulurkan tangannya yang lain untuk membawa wajah Changmin kembali padanya.
“Lihat aku. Biar aku tahu kamu nyaman apa nggak.”
Hati-hati sekali Juyeon mulai mengganti jempolnya dengan jari tengah yang menggesek klitoris Changmin. Sontak tubuh Changmin menggelinjang.
“A- Ah! Juyo-” Changmin menahan tangan Juyeon karena sensasi yang dirasakan di titik itu begitu hebat.
“Sakit? Nggak, kan?”
Changmin menggeleng pelan. “Rasanya… aneh…”
“Enak?” ralat Juyeon. Senyum jahilnya terulas begitu Changmin langsung bungkam. “Enak kalo digesek di sini, Changmin. Kamu belum pernah nyoba, ya?”
“Lo sendiri, bisa ngerti ginian emangnya pernah nyoba sama siapa?” Changmin balik bertanya, nadanya seperti menghakimi.
“Nggak pernah, Sayangku. Aku belajar biar bisa ngenakin kamu.” Juyeon menjatuhkan cium di kening Changmin sebelum melanjutkan. “Mulai sekarang jangan manggil aku pake ‘lo’, ya?”
Changmin tak menjawab. Ia bisa merasakan jari Juyeon bergerak ke bagian tengah vaginanya.
“Aku masukkin tapi kamu bilang, ya, kalo sakit?” ucap Juyeon.
Jantung Changmin mulai berdetak lebih cepat lagi karena ia takut sekaligus penasaran. Akhirnya ia hanya memberikan anggukan singkat untuk Juyeon melakukan aksinya. Pelan sekali Juyeon melesakkan jari tengahnya ke lubang Changmin yang sudah basah, namun tebalnya jemari cowok itu membuat Changmin tetap merasakan gerakannya.
“Ju- Sakit…” rintih Changmin pelan. Ia refleks merapatkan pahanya, membuat tangan Juyeon berhenti di tengah-tengah. Tak bisa dipungkiri, lubang Changmin masih begitu rapat dan akan butuh waktu lama untuk membuatnya terbiasa. Apalagi Juyeon baru menggunakan satu jarinya.
Tapi Juyeon sudah kepalang tegang. Miliknya di bawah sana menuntut untuk diberikan nikmat. Ia harus memakai alternatif lain.
“Masih sakit, ya?” Juyeon menarik jarinya keluar. “Kalo gitu kita begini dulu aja.”
Mata Changmin mengikuti gerak-gerik Juyeon yang melepas celananya dengan tergesa, membebaskan penisnya yang tegak sempurna. Changmin merasa tenggorokannya begitu kering. Ternyata Juyeon juga sama basahnya dengan dirinya.
Changmin tak yakin apa yang sedang dilakukan Juyeon ketika cowok itu meraih kedua pahanya dan merapatkannya. “Sini. Tangan kamu tahan di sini,” perintah Juyeon agar Changmin menahan kedua sisi pahanya tetap rapat. Lalu cowok itu mulai menyelipkan penisnya di belahan paha Changmin.
“Kalo gini nggak akan sakit,” ucap Juyeon.
Changmin menyaksikan penis Juyeon yang sudah basah di ujungnya itu keluar-masuk di antara pahanya. Entah mengapa pemandangan itu membuat telinganya benar-benar panas. Lalu kepalanya mulai berputar. Pening.
“Hah… Changmin…” Juyeon memejamkan matanya sembari ia bergerak. “Paha kamu aja enak…”
Ucapan Juyeon terlalu sulit dicerna oleh Changmin, seakan otaknya berhenti bekerja dan dia mendadak tolol. Namun gesekan penis Juyeon yang mengenai bibir vaginanya juga membuat Changmin semakin kehilangan kewarasan.
Aneh. Tapi enak…
Changmin terlalu malu untuk menyuarakannya dengan lantang. Jadi ia hanya mendesah-desah kecil sambil tetap berusaha menahan pahanya dengan tangan.
Gerakan Juyeon semakin cepat dan semakin terstimulasi pula kemaluan Changmin yang sekarang sudah becek total. Sensasi nikmat itu yang membuat Changmin menyerahkan kesadarannya dan mulai meracau.
“Ngh- Enak, Juyo… Enak…”
Juyeon sempat tak memercayai telinganya sebab suara Changmin begitu pelan. Ketika ia membuka mata dan menatap pacarnya di bawahnya itu, darahnya mengalir deras hingga ia bersumpah dapat keluar saat itu juga.
“Enak, Sayang?” Napas Juyeon terengah-engah. “Is my baby feeling good?”
Hanya anggukan kepala yang dapat Changmin berikan. Desahannya makin terdengar keras dan Juyeon amat sangat menyukainya. Akan terpatri dengan kuat pada memorinya. Tubuh Changmin mulai bereaksi dengan menjemput gesekan dari Juyeon. Changmin ingin merasakan lebih. Changmin ingin rasa nikmat itu tak berhenti.
Lalu gelombang itu mulai datang. Changmin mencengkram pergelangan tangan Juyeon dengan kuat.
“Juyo! Ju-yo!”
Juyeon langsung memahami reaksi Changmin. Ia berbisik di telinganya. “Keluarin aja, Sayang. Nggak apa-apa.”
“Ah- Ah-” Desahnya terputus-putus seiring Changmin menyemburkan cairan kenikmatan itu. Bibirnya terbuka hingga Changmin turun dari puncaknya. Ia lalu menatap Juyeon seakan tak percaya atas apa yang baru saja terjadi. Ditariknya tengkuk Juyeon dan diciumnya bibir cowok itu.
“Juyo, lo-”
“Kamu.”
“Eh, sori. Kamu…”
“Aku kenapa?”
“Kamu belom keluar…”
Juyeon tersenyum menenangkan. Tak butuh waktu lama Juyeon kembali menggesek di paha Changmin hingga penisnya mulai memuntahkan sperma ke paha dan perut Changmin sebelum cowok itu jatuh di atasnya, memeluk pacar mungilnya erat.
“Sayangku pinter banget,” puji Juyeon, menggesekkan pipinya pada wajah Changmin. “Gimana? Not bad, kan?”
Changmin memikirkan jawabannya sejenak. “No… It’s fine. Hmm… Enak?”
“Aku udah bilang bakalan enak.” Juyeon terkekeh lalu mencium bibir pacarnya itu. “Lain kali aku kasih yang lebih enak.”
Kalimat Juyeon terus terngiang di kepala Changmin. Dan Juyeon tak menyangka pacarnya akan menagih janjinya segera.
“Katanya mau ngasih yang lebih enak? Mana?”
Juyeon benar-benar melongo ketika Changmin melontarkan pertanyaan itu. Mereka sedang berada di rumah Changmin, lebih tepatnya di kamar Changmin.
“Sekarang? Nanti Mama kamu-”
“Papa sama Mama baru pulang lusa. Rumah sepi,” potong Changmin.
Juyeon bersiul keras dalam hati. Nasib baik sedang ada di pihaknya, ia tidak boleh membuang kesempatan.
Dalam sekejap mereka sudah melucuti pakaian dan Juyeon bersiap untuk memasukkan jarinya ke lubang Changmin.
“Nanti kalo kerasa sakit, ditahan dulu. Tapi aku bakal pelan-pelan, kok,” ucap Juyeon. Changmin hanya menurut. Yang Juyeon tidak tahu adalah pacarnya itu sudah berlatih beberapa hari sebelumnya. Maka saat Juyeon berhasil memasukkan satu jarinya dan Changmin belum menunjukkan ekspresi tidak nyaman, ia cukup kaget. Baru ketika Juyeon mulai menambahkan satu jari lagi, Changmin merintih pelan.
“Biasanya nggak sepenuh ini.”
“Biasanya?” Juyeon mulai was-was.
“Emangnya lo doang yang bisa belajar? Gue juga bisa!” Changmin buru-buru meralat ketika ia melihat Juyeon menatapnya tajam. “Sori. Kamu.”
“Kamu belajar sama siapa?” kejar Juyeon.
“Sendiri, lah! Gila apa?”
Tiba-tiba Juyeon membeku. Bayangan pacarnya itu memasukkan jarinya ke lubangnya sendiri membuat Juyeon sangat terangsang. Buru-buru dihalaunya bayangan itu lalu kembali fokus pada kegiatannya.
Setelah dirasa cukup, Juyeon menarik kedua jarinya. Kemudian mengarahkan penisnya ke lubang vagina Changmin. Ujungnya menyentuh bibir vagina yang sudah basah, menggesek pelan di sana. Changmin mendesah panjang.
“Aku masukkin, ya? Mungkin perih dikit, tapi nanti bakal enak. Aku janji.”
Sedikit demi sedikit Juyeon melesakkan penisnya sembari ia menunduk untuk mencium bibir Changmin agar cowok itu tak terfokus dengan rasa sakitnya. Dan ciuman Juyeon memang selalu berhasil membuat Changmin terdistraksi.
Juyeon berhenti sejenak setelah penisnya terbenam sempurna. Membiarkan lubang Changmin terbiasa dengan ukurannya.
“Ju, kayaknya udah penuh banget…”
Juyeon menyingkirkan kekhawatiran pacarnya itu dengan kembali menciumnya. Pelan namun pasti ia mulai bergerak. Changmin tercekat. Napasnya seperti direnggut paksa. Perih yang sempat dirasanya digantikan oleh sensasi nikmat dari penis Juyeon yang menggesek dindingnya.
“Mmh… Ju-Juyo…” Changmin mendongakkan kepalanya.
“Hm? Enak?” tanya Juyeon di sela-sela usahanya menahan desah nikmat. Lubang Changmin terasa sangat sempit dan hangat. Juyeon hampir gila.
Changmin hanya sanggup mengeluarkan desahan-desahan yang terdengar merdu di telinga Juyeon. “Enak… Ahh- Bikin aku enak, Juyo…”
“I will, Baby.”
Juyeon mengecup singkat dahi Changmin sebelum mempercepat gerakan pinggulnya. Penisnya menghunjam tajam, keluar dan masuk dengan kuat. Juyeon tak lagi dapat menahan erangan nikmatnya.
“Kamu enak banget, Sayang. Hh- Sempit banget.”
Mata Changmin terbuka lebar ketika ia merasakan Juyeon menghantam satu titik dalam tubuhnya. Seketika genggamannya mengerat pada bahu cowok itu, kukunya menggaruk kulit Juyeon.
“Ah! Ah! Juyo- Ju-”
Paham bahwa ia telah menemukan titik kenikmatan Changmin, Juyeon sengaja menabrakkan ujung penisnya di sana. Kedua lengannya merengkuh tubuh Changmin yang mulai basah oleh keringat, semakin merapatkan keduanya hingga tak ada celah yang tersisa.
Bulir air mata meleleh dari sudut mata Changmin atas stimulasi yang diterima tubuhnya. Rasa nikmat yang tak terkira itu terus-menerus menyerang dirinya hingga otaknya tak lagi bisa berpikir. Pokoknya ia hanya ingin diberi nikmat oleh Juyeon.
“Enak, Sayang? Hm? Enak dimasukkin aku kayak gini?” desis Juyeon. Wajahnya terbenam di ceruk leher Changmin. Suaranya yang berat dan dalam mengirimkan desir ke sekujur kulit Changmin. Pacarnya itu sudah tak mampu berucap, hanya melenguh dan terisak.
Hingga Juyeon merasakan penisnya seperti diremas oleh himpitan lubang Changmin dan tak lama sensasi hangat melingkupinya. Changmin keluar.
Juyeon mencabut penisnya yang berkedut dan mulai mengocoknya di atas tubuh Changmin yang sudah lemas. Cairan pekat itu menyembur beberapa kali dan jatuh menodai tubuh Changmin di sana-sini. Juyeon mengatur napasnya yang masih berantakan sebelum kemudian merendahkan badannya untuk menciumi wajah Changmin. Pacarnya itu sudah sangat hebat dan ia ingin mengapresiasinya.
“Changmin pinter banget. Hebat banget. Pacar siapa, sih?” ucap Juyeon sembari menjatuhkan ciuman-ciuman kecil di wajahnya. Diciumnya habis jejak air mata di sudut matanya.
Pacar mungilnya itu masih berusaha memproses salah satu momen penting dalam hidupnya. Ia tidak mungkin lupa akan hari ini. Setelah rongga dadanya cukup terisi oksigen, Changmin menarik Juyeon dalam pelukannya. Tak mengucapkan sepatah kata pun, hanya memeluk.
“Pacarku overwhelmed, ya?” Juyeon mengusap rambut cowok itu. “Tapi kamu nggak papa, kan?”
Changmin mengangguk sebagai jawaban. Ia mengeratkan pelukannya.
“Aku sayang kamu,” bisiknya tepat di telinga Juyeon. Lirih namun cukup didengar Juyeon.
Tak sering Changmin mengucapkan kalimat itu. Yang akhirnya membuat Juyeon merasakan pedih di matanya. Selama ini selalu ia yang aktif menunjukkan rasa sayang. Meskipun Juyeon juga tahu Changmin memiliki rasa yang sama, namun disuarakan dengan lantang begini membuat Juyeon paham. Kalau si kecil itu memang sayang padanya.
“Aku juga sayang kamu. Lebih banyak.” Juyeon balas berbisik. Ia lalu melepaskan diri dari pelukan Changmin, menatap wajah pacarnya dengan seksama. “Habis ini mau ngapain?”
“Capek. Mau bobok. Tapi sambil dikelonin,” pinta Changmin.
Siapalah Juyeon untuk menolak? Apapun akan dilakukannya untuk Changmin. Ia ingin memberikan semua pengalaman pertama untuk Changmin. First boyfriend, first kiss, first sex. Dan semua hal lain yang akan dilakukannya untuk pertama kali bersama Changmin.