- commissioned by @preciosasum
- pairing : ridho x gita
- word count : 2000 words
- tags : nipple play, fingering, dick riding, protected sex
Matahari mulai tenggelam dan digantikan oleh lampu jalanan ketika Gita keluar dari bangunan kantornya yang tidak terlalu besar itu. Ia mengambil ponselnya dari dalam tote bag warna krem sambil sesekali menganggukkan kepala pada teman-temannya yang berseliweran pulang dengan motornya.
“Pulang naik apa, Git?” tanya seorang cowok, teman satu divisinya.
“Dijemput cowok gue,” balas Gita lalu melambaikan tangannya pada cowok itu yang melaju pulang lebih dulu.
Dengan bibir mengerucut Gita menekan-nekan layar ponselnya karena sejak tadi pacarnya tidak ada kabar. Tepat sebelum jempolnya menyentuh layar untuk membuat panggilan, sebuah sedan putih berhenti di depannya. Gita menghela napas pendek lalu menyimpan kembali ponselnya.
“Kok WA kamu nggak respon, sih?” gerutu Gita begitu ia masuk ke dalam mobil.
“Iya. Maaf.” Ridho, pacar Gita yang hanya beda dua tahun di atasnya itu menjawab singkat. Gita yang hampir melancarkan serangan protesnya seketika urung. Muka Ridho tampak lelah dan kesal.
“Kenapa? Ada masalah di kerjaan kamu?” tanya Gita akhirnya.
Ridho melajukan mobilnya sebelum angkat bicara. “Biasa. Dapet klien lagaknya kayak sultan. Maunya desain rumah yang mewah. Nggak peduli fungsional rumah sama kondisi lapangan kayak apa. Dikasih saran malah nyolot, ngapain hire arsitek kalo gitu. Lo bangun aja tuh istana sendiri!”
Ocehan Ridho membuat Gita tertawa kecil. “Lagian kamu juga terlalu idealis, Kak. Aturan kamu dibayar, ya udah turutin aja maunya. Kerja jangan dibikin pusing.”
“Lah, bukan masalah idealis, Git. Arsitek tuh nggak bisa sembarangan ngeiyain maunya klien. Kita dibayar buat diskusi, ngasih masukan. Kalo saran kita aja nggak didenger ya ngapain?”
“Iya, deh, iyaa.” Gita menyamankan punggungnya pada jok sambil melipat tangannya. Ia melempar pandangannya ke jendela, tersenyum tipis. “Kamu kebanyakan musingin desain rumah orang. Kapan bikinin rumah buat kita?”
Untuk pertama kalinya Ridho memutus fokusnya dari jalanan padat. Ia menoleh ke arah Gita. Ekspresinya melembut melihat cewek itu. Rambut Gita yang diikat satu itu terlihat lepek oleh keringat, namun helai-helai yang jatuh di samping wajahnya membuat cewek itu terlihat manis.
Ridho meraih satu tangan Gita dan membawanya ke bibir. Diciumnya lembut beberapa kali.
“Makanya ini aku berpusing-pusing dulu ngumpulin uang biar bisa bikin rumah buat kita. Biar kalo kita mau having sex nggak perlu khawatir tiba-tiba ada Ari atau Oji masuk ke kontrakan.”`
Tak lama mobil Ridho berhenti di halaman kontrakan yang dimaksud. Setelah memarkirkan mobilnya, Ridho keluar dan membukakan pintu untuk Gita. Keduanya lalu masuk ke rumah yang bisa dibilang cukup luas dibanding rumah-rumah di sekitarnya.
Rumah kontrakan ini ide dari Ari. Dia ngotot pengen hidup bareng dua sahabatnya, jadi Ari cari kontrakan yang letaknya di tengah-tengah tempat mereka bekerja. Walaupun akhirnya Ari jarang menempati kontrakan itu, tapi setidaknya masih berguna buat Ridho dan Oji.
“Kamu udah bilang ibu kos belum, kalo malem ini nggak pulang?” tanya Ridho yang tengah menanggalkan kaosnya.
“Udah, kok.” Gita duduk di tepi ranjang milik Ridho. Cowok itu menghampirinya lalu mencium dahi, hidung, dan bibirnya.
“Padahal kamu tinggal di sini nggak papa, lho. Gratis.”
“Nggak bisa. Pasti Mama ngomel, lah. Isinya cowok semua.”
Ridho mendorong tubuh Gita hingga rebah ke ranjang kemudian mulai menciumi lehernya.
“Kak, bentar. Nggak mau beberes dulu?”
Cowok itu masih sibuk menyusuri leher dan tulang selangka Gita dengan bibirnya. Ia hanya menggumam kecil sebelum akhirnya buka suara. “Nanti aja, lah. Aku kangen banget sama kamu, Git. Kangen diangetin sama kamu.”
Mudah sekali membuat seorang Anggita Prameswari memerah seperti kepiting rebus. Setelah itu tak ada lagi kalimat yang muncul dari bibir Gita. Hanya Ridho yang mengurai ikat rambut Gita dan melepas kancing kemejanya hingga bra warna hitamnya menyembul. Ridho memeluk tubuh mungil Gita hingga hangat kulitnya menempel pada cewek itu. Dicumbui lekuk lehernya, lidahnya menjilat hangat pada permukaan kulit sebelum ia menggigit pelan leher Gita. Itu adalah bagian favoritnya, bahkan saat di tempat umum Ridho tak menahan diri untuk menikmati leher Gita. Aroma khas parfum dan manis tubuh cewek itu membuat Ridho mabuk.
“Kak…” Gita mulai bergerak gelisah sementara tangan Ridho menggerayangi punggung dan pinggangnya. Tak butuh waktu yang lama sampai kait branya terlepas dan tubuh bagian atasnya kini polos tanpa sehelai benang pun. Udara dingin menyambut kedua putingnya yang menegang.
Puas menjelajahi leher Gita, Ridho turun ke dadanya. Dibenamkan wajahnya di antara kedua payudara cewek itu. Dihirup dalam-dalam aroma tubuhnya hingga cowok itu mabuk. Kemudian mulutnya mulai beraksi. Beberapa saat ia menciumi payudara kanan Gita lalu mengulum putingnya, dihisap dan dimainkan dengan lidahnya.
Gita mengeluarkan desahan pertamanya. “K-Kak Ridho…”
Tangan Ridho tak membiarkan payudara kiri Gita tak tersentuh. Diremas dan dimainkannya hingga tubuh Gita semakin menggelinjang. Kaki cewek itu bergerak menggesek sprei dengan gelisah. Ridho bisa merasakan suhu tubuhnya yang memanas. Dengan tangannya yang bebas cowok itu meraih remote AC dan menurunkan suhunya.
Ruangan itu mulai dingin ketika Ridho bangkit untuk melucuti celana jins Gita. Sepasang paha yang mulus terekspos di depan mata Ridho. Nafsunya untuk menikmati paha Gita sudah meluap-luap. Maka tanpa aba-aba Ridho merendahkan kepalanya dan mulai mencumbui bagian dalam paha cewek itu. Spontan Gita merapatkan pahanya hingga menjepit kepala Ridho di antaranya.
“Kak, geli di situ,” protes Gita yang memang merasa bagian itu terlalu sensitif untuknya. Namun Ridho seakan tidak peduli. Bibirnya tetap bermain-main di kulit paha Gita hingga pandangannya jatuh pada kain di antara paha cewek itu. Ada area yang menggelap karena basah. Ridho seketika menyeringai.
“Udah basah, Git?” Pertanyaan Ridho sontak mengembalikan semburat merah di pipi Gita. “Ternyata ada yang lebih kangen daripada aku. Bentar, ya.”
Ridho meninggalkan Gita sejenak untuk melepas celananya sendiri. Meski sudah bukan sekali-dua kali Gita menyaksikan kejantanan cowok itu, ia tetap merasa rikuh. Bagian bawah perutnya lagi-lagi berdenyut.
Kak Ridho hot banget. Gue beneran pengen meledak. Gita mengeluh dalam hati.
Ridho menyambar bungkusan kondom di laci mejanya lalu kembali berlutut di hadapan Gita. Namun belum sempat ia memasang kondomnya, tangan Gita sudah menahannya.
“Bentar, Kak,” sela Gita. Alis Ridho terangkat, bertanya-tanya. “Mau…pake tangan kamu dulu.”
“Oh-” Ridho berucap pendek seperti baru saja tersadar. Ceweknya itu memang paling suka dibikin nikmat dengan jemarinya. Agaknya memang Ridho yang kepalang pengen memasuki pacarnya. Namun tentu saja ia tak menolak permintaan Gita, akan dituruti semua kemauan kekasihnya itu.
Kondomnya jatuh ke ranjang kala Ridho mencium bibir Gita sementara tangannya hinggap di permukaan celana dalam cewek itu, mengusap lembut lalu menekan. Jempolnya bergerak dengan gerakan memutar pada serat kain yang sudah terasa basah itu. Gita mendesah-desah sambil menggigit bibirnya. Enak.
“Buka mulut kamu,” perintah Ridho lalu melesakkan dua jarinya ke dalam mulut Gita. Cewek itu sudah tahu apa yang harus dilakukan. Telunjuk dan jari tengah Ridho dikulum dalam rongga mulut Gita yang hangat dan basah. Lidah cewek itu menyelimuti jemarinya.
Dengan satu tangannya yang bebas, Ridho menarik turun celana dalam Gita yang sudah basah. Lalu kedua jari yang telah dilingkupi saliva Gita itu mulai menyentuh bibir vagina, menggesek pelan. Rintihan Gita terdengar merdu di telinga Ridho. Hingga akhirnya jari cowok itu mendarat di klitoris dan bermain dengan gerakan yang cukup membuat Gita membalikkan matanya.
“Enak, Kak…” Pinggul Gita terangkat seiring Ridho menggerakkan jarinya. “Mmh- Enak, Kak Ridho-”
“Segini aja enak?” ejek Ridho. “Gimana nanti pas aku masukin?”
“Mau, please,” rengek Gita. “Mau dimasukkin Kak Ridho.”
Rasanya kepala Ridho langsung pening tiap kali Gita memohon dengan nada seperti itu. Ceweknya yang mungil dan tak berdaya itu meminta dengan penuh desperasi. Siapalah Ridho untuk menolak?
Merobek bungkus kondom dengan giginya, Ridho secepat kilat memakai pengaman itu pada penisnya yang sudah menegang sedari tadi. Ingin segera dijepit di dalam kemaluan Gita yang sempit dan hangat.
“Aku masukkin ya, Sayang? Bilang kalo sakit.”
Gita hanya mengangguk sebelum kemudian Ridho melesakkan miliknya pelan-pelan. Diperhatikan ekspresi wajah pacarnya agar ia tak melewatkan tanda jika cewek itu tidak nyaman. Cowok itu berhenti sejenak ketika Gita mengerutkan wajah, namun Gita menyuruhnya untuk lanjut hingga miliknya terbenam sempurna.
Ridho memeluk tubuh Gita dan menjatuhkan ciuman-ciuman kecil di wajahnya. Ia singkirkan helai-helai rambut yang menutupi wajah agar ia dapat melihat cewek itu dengan lebih jelas.
“Kamu cantik banget sih, Git,” puji Ridho. “Pacar aku kenapa cantik banget, sih? Untung kamu jadiannya sama aku, bukan sama yang lain.”
“Apa sih, Kak Ridho?” Gita tersenyum jengah. “Pacar aku juga ganteng. Udah ganteng, jago di ranjang lagi.”
“Iya?” Ridho serasa diberi makan egonya.
“He-eh. Buruan gerak dong, Kak. Pengen enak.”
Ridho memberikan satu kecupan terakhir di bibir Gita sebelum berucap, “As you wish.”
Awalnya cowok itu bergerak lambat namun dalam, cukup untuk menggesek dinding Gita dan membuat cewek itu terasa penuh. Ridho benar-benar memenuhi lubangnya.
“Aah- Kak… Enak…” desah Gita. Tangannya memeluk leher Ridho selagi cowok itu bergerak keluar-masuk. Hembus napas Ridho menampar kulit wajahnya.
“Enak, Sayang?”
“Enak banget.”
Ridho haus validasi. Dan Gita senang memupuk egonya.
“Terus, Kak. Iya kayak gitu. Ngh- Enak banget. Punya kamu enak banget, ahh-”
Bulir-bulir keringat mulai bermunculan di dahi Gita. Wajah cewek itu juga sudah sarat oleh nikmat. Sesuatu dalam diri Ridho semakin membuncah, membuat ritme gerakannya juga semakin cepat. Ia ingin membuat cewek itu kacau total.
“Aah! Kak Ridho- Kak Ridho-” Tubuh Gita terhentak-hentak bersamaan dengan ranjang yang berderit kencang. Punggungnya sudah melengkung sempurna, meminta tubuhnya menempel sekuat-kuatnya pada Ridho.
Ridho menggerakkan pinggulnya dengan sentakan tajam berulang kali. Menghunjam dalam ke lubang Gita hingga cewek itu tak mampu lagi membentuk kata-kata.
“Enak, Git?” Napas Ridho terengah-engah. “Enak, Sayang?”
Tak sanggup menjawab Gita hanya menggerakkan kepala sembarang arah. Pikirannya sudah diselimuti kabut hingga titik kenikmatannya tiba-tiba diserang.
“Aaahh!!”
“Di sini? Iya?” tanya Ridho. “Enak ditusukkin di sini?”
Gita mengangguk cepat. “Di situ. Enak- Fuck!”
Ridho memusatkan penisnya pada satu titik yang membuat ceweknya mendesah keenakan. Sementara dirinya juga terstimulasi sebab lubang Gita terlampau sempit untuk miliknya. Rasanya Ridho hampir gila.
“Anjing… Enak banget kamu, Gitaa. Sempit banget- Hh!”
Suara desahan Ridho jatuh tepat di dekat telinga Gita. Rendah dan dalam. Suara favorit Gita di seluruh dunia. Dada telanjang Ridho sudah basah oleh keringat dan itu semakin membuat Gita mendekati puncaknya.
“Kencengin lagi, please. Aku mau keluar-” rengek Gita. Ridho memenuhi permintaannya. Hentakan pinggulnya cepat dan tajam. Tak lama Gita bertemu putih. Cairan pekat itu menyembur beberapa kali dan memenuhi lubangnya, membuat penis Ridho terasa makin hangat. Begitu Ridho menarik miliknya, cairan itu merembes keluar.
“Kamu keluar banyak banget, Sayang,” ucap Ridho. Ada rasa bangga dalam intonasinya. Gita masih berusaha mengatur napas, badannya lemas seperti tak bertulang. Ridho berguling ke sampingnya untuk mencium Gita. “Sekarang gantian, ya.”
Ada posisi yang disukai Ridho. Yaitu ketika ia dapat menikmati pemandangan Gita dari bawah. Setelah mengumpulkan kembali sisa-sisa tenaganya, Ridho membantu Gita untuk duduk di atasnya. Tangannya memegangi sisi tubuh Gita selagi cewek itu bergerak naik-turun.
“Dalem banget, Kak…” komentar Gita setengah khawatir.
“Iya, nggak apa-apa. Gerak aja,” tenang Ridho. Ia tak bisa melewatkan indahnya payudara Gita yang montok memantul naik-turun sembari cewek itu bergerak di atas penisnya. Benar-benar pemandangan sempurna.
“Sumpah, Git. Aku sange banget kalo diginiin sama kamu.” Kelopak mata Ridho hampir menutup saking enaknya. Berkali-kali ia menjilat bibirnya di antara desah yang muncul. “Ah- gila. Enak banget, Git. Terusin. Jangan berhenti. Ah- Ah- Dikit lagiii. Ngh, Sayangg…”
Seketika Ridho lupa akan semua masalahnya. Masalah di rumah, masalah kerjaan, klien yang super rese. Semuanya digantikan oleh sejuta nikmat yang bertubi-tubi. Dan itu hanya berlaku dengan Gita, tidak bisa yang lain.
Satu erangan yang panjang dan dalam menjadi pertanda bahwa Ridho telah mencapai klimaksnya. Cowok itu memejamkan matanya rapat-rapat selagi euforia mengisi kepalanya. Ekspresi wajah cowok itu setelah pelepasan juga menjadi salah satu kesukaan Gita.
Gita sengaja mengedutkan lubangnya agar Ridho semakin kacau. “Enak banget ya, Kak?”
“Shit! Gita… Hhh…” Ia bahkan tak mampu berkomentar lebih lanjut. Kondomnya terasa sangat penuh. Entah berapa banyak sperma yang disemburkannya.
Setelah kembali dari puncaknya, Ridho menarik Gita ke pelukannya. Tubuh keduanya basah oleh peluh namun Ridho tidak peduli. Ia ingin memberi perhatian pada ceweknya yang sudah begitu hebat malam itu. Tanpa mencabut penisnya dari Gita, Ridho merapatkan pelukannya sembari mengecup bibir cewek itu.
“Capek?” bisik Ridho.
Gita mengangguk kecil. “Tapi seneng.”
“Aku juga. Lanjut ronde kedua?” Ridho tertawa ketika Gita memukul pelan lengannya.
“Kak,” panggil Gita. Ridho menjawab dengan gumaman. “Aku sayang Kak Ridho.”
Tatapan mata Ridho dalam dan lembut ketika ia menjawab dengan, “Aku juga sayang kamu, Git. Sayang banget.”
Keduanya kembali sibuk dengan ciuman panjang hingga Ridho mendengar suara Oji di pintu depan. Cowok itu menghela napas. Setidaknya kawannya itu tidak datang di tengah-tengah keseruannya.