Dari awal Sunwoo menginjakkan kakinya di kos Younghoon, ia sudah punya banyak ekspektasi yang membuat kepalanya penuh dengan euforia. Apalagi yang ditawarkan Younghoon adalah aktivitas menonton film. Sunwoo tentu saja sudah pernah menciptakan skenario seperti itu dalam imajinasinya.

Animasi kesukaan Sunwoo. Tapi sedikitpun ia tak peduli. Dari detik pertama film itu terputar di layar laptop milik Younghoon, fokus Sunwoo sudah tak di sana.

Younghoon memakai kaos polos berwarna putih dan celana pendek yang bahkan tak sanggup menutupi setengah pahanya. Mata Sunwoo terus-terusan lari ke sana.

Tapi yang membuat Sunwoo kesal adalah interupsi dari pesan yang masuk ke ponsel Younghoon. Kakak tingkatnya itu jadi lebih sering melihat ponselnya daripada menikmati waktu bersamanya. Padahal Sunwoo sudah menggenggam tangan kanan Younghoon, tapi cowok itu masih membalas pesan dengan tangan kirinya.

Sunwoo tidak perlu mengintip untuk tahu dengan siapa Younghoon berkirim pesan.

“Kak.”

“Hm?”

Younghoon masih belum berpaling dari ponselnya.

“Gue bosen,” bisik Sunwoo, sengaja dekat dengan telinganya untuk mencuri perhatian.

Berhasil. Younghoon meletakkan ponselnya. Ditariknya senyum paling manis yang selalu membuat Sunwoo kelabakan.

“Katanya itu tadi film favorit lo? Kok bosen?”

“Udah sering nonton.”

“Mau nonton yang lain?”

Sunwoo menggeleng. Ia bangkit dari rebahnya sambil menyingkirkan laptop Younghoon. Dengan kedua lengan yang mengurung tubuh Younghoon, Sunwoo duduk di pangkuannya. Kepalanya menunduk untuk menghirup aroma tubuh Younghoon yang hanya bisa ia bayangkan belakangan ini. Hidungnya menggesek leher Younghoon, candu menciumi permukaan kulitnya.

Tak butuh waktu lama hingga pakaian keduanya berserakan di ranjang dan lantai. Sunwoo menikmati bibir Younghoon tanpa rasa rikuh lagi. Kesempatan yang seperti ini tak akan Sunwoo sia-siakan.

Mungkin Sunwoo sedikit berharap. Mungkin yang dikatakan Younghoon padanya melalui pesan itu benar. Karena kali ini cowok itu membalas ciumannya dengan berbeda. Ada tuntutan dan desakan dalam cara Younghoon menciumnya. Younghoon mendamba bibir Sunwoo. Younghoon menginginkannya sama banyak seperti Sunwoo.

“Gue pengen masukin lo sekarang, Kak.”

Sunwoo tak ingin menunda. Permintaannya pun dipenuhi. Semakin yakin dirinya bahwa Younghoon memang menginginkan Sunwoo. Ia merasa di atas angin.

Tetapi momen itu harus dirusak oleh pesan yang masuk ke ponsel Younghoon. Bertubi-tubi.

Tangan Younghoon yang tengah mencengkram sprei selagi Sunwoo menghentak tubuhnya pun mulai mencari-cari ponselnya. Namun ia kalah cepat dengan Sunwoo yang langsung mengambil ponsel itu.

Please don't put your attention to anything else when I'm fucking you like this.”

Younghoon tidak sempat memprotes ketika Sunwoo mengambil foto dengan ponselnya lalu mengetik entah apa sebelum melempar benda itu jauh ke atas nakasnya.

“Nu- Ah!”

Sunwoo menggagalkan kalimat Younghoon ketika ia mulai bergerak lebih cepat. Ia ingin fokus Younghoon hanya tertuju padanya dan bukan pada orang lain. Sekalipun itu adalah pacarnya.

Suara lenguhan Younghoon seperti bahan bakar yang memacu Sunwoo untuk tak memberi ampun. Cakaran dan gigitan di punggung serta bahunya tak lagi terasa. Ini bukan seperti Sunwoo yang pernah Younghoon temui di ranjang saat itu.

Sunwoo hampir mencapai puncaknya ketika pintu kos Younghoon tiba-tiba terbuka dengan suara yang keras. Ia menolehkan kepalanya cepat dan seketika tersentak. Namun Younghoon rupanya yang lebih terkejut melihat siapa yang ada di ambang pintu.

“Jaehyun!?”