dari kisah beberapa orang di sekitar chanhee dan younghoon beberapa bulan belakangan ini, mungkin mereka berdualah yang belum benar-benar bertemu bahagia. chanhee pernah bilang pada changmin, ia tidak terlalu memikirkannya lagi. tapi nyatanya saat satu panggilan masuk ke ponselnya malam itu, chanhee tidak bisa berhenti memikirkannya.

“ya?”

“chan... chanhee...”

“iya? kenapa nelfon malem-malem?”

tidak ada jawaban. hanya suara bising yang terdengar samar.

“lo lagi di mana, sih?” tanya chanhee was-was. karena suara younghoon tidak terdengar seperti biasanya.

“chanhee... gue sayang- sayang banget sama lo. gue kangen lo, pengen peluk lo.”

chanhee paham. younghoon is drunk.

“kak, lo di situ sama siapa? ada temen lo?”

“hm? ngga ada... gue udah nggak sama changmin. gue sayangnya sama lo, chan...”

“gue nggak nanyain changmin.”

chanhee memutuskan sambungan, ia tidak ingin mendengar lebih. bukan urusannya juga kalau younghoon sedang mabuk sekarang dan tidak ada siapapun yang menemani. ia meletakkan ponselnya kembali ke atas meja dan menarik selimutnya, mencoba memejamkan matanya untuk tidur. namun pikirannya penuh dengan younghoon.

tidak ada kabar lagi dari younghoon, hingga hari di mana changmin memintanya untuk datang ke taman baca.

“kenapa?”

“lagi ada acara di sana. dateng ya, chan? buat ngeramein,” pinta changmin.

“iya nanti gue liat jadwal gue dulu deh.”

“kevin juga dateng loh. lo harus dateng.”

chanhee mengangkat alisnya. “kevin dateng?”

changmin mengangguk mengiyakan pertanyaan chanhee.

“okay.”

acara yang dimaksud ternyata adalah peresmian hari pertama dibukanya sekolah membaca kecil-kecilan untuk anak-anak yang tidak bisa mendapatkan pelajaran membaca dari sekolah formal. anak-anak yang sudah didata identitasnya itu boleh datang ke taman baca sesuai jadwal yang sudah diorganisir. saat chanhee sampai di sana, sudah banyak anak-anak dari umur lima hingga sepuluh tahun yang duduk melingkar di meja-meja kecil. chanhee melihat kevin yang sibuk membacakan dongeng pada lima anak yang berkerumun di sekitarnya. ia juga menangkap sunwoo yang dikerubuti oleh anak-anak yang berusia lebih muda, beberapa anak sampai naik ke punggungnya untuk mengajak bermain. di dekat sunwoo ada seorang lelaki yang berusaha membantu sunwoo untuk menenangkan anak-anak yang kelewat senang itu.

“itu eric, pacarnya sunwoo,” bisik changmin.

chanhee menoleh ke belakang, mendapati changmin dengan cengiran di wajah.

“hah? sejak kapan dia punya pacar?”

“belum lama sih. paling baru dua minggu.”

“gue kira nggak bisa naksir orang tuh anak,” celetuk chanhee yang dibalas changmin dengan pukulan pelan di pundak.

“eh, lo mau bantuin anak-anak belajar nggak?” tanya changmin.

“hmm boleh.” chanhee mengangguk, mengikuti changmin menuju suatu meja di sudut lain.

“itu di situ nanti lo-” changmin belum selesai menjelaskan saat suara juyeon terdengar memanggilnya. “eh, gue bantuin juyeon dulu. pokoknya lo ke sana aja ajarin huruf sama angka, atau mau ngapain aja terserah.”

changmin keburu pergi sebelum chanhee sempat memprotes. ia menghela napas pelan, akhirnya melangkahkan kakinya mendekati satu meja dengan beberapa anak yang berdempetan melingkari seseorang yang sepertinya sedang mengajari mereka untuk membaca.

chanhee mengambil beberapa langkah lagi sebelum kemudian berhenti, figur seseorang yang dikerumuni anak-anak mulai tertangkap jelas di matanya. ia mengerjapkan matanya beberapa kali, namun ia tidak salah melihat.

itu younghoon.

dengan kemeja warna hitam yang bagian lengannya digulung hingga siku. rambutnya tersibak memperlihatkan dahi dan wajahnya yang cerah setiap kali anak-anak itu berhasil menebak huruf yang ditunjuknya. chanhee seketika merasa gugup, ia mencengkeram selempang tasnya erat.

younghoon yang sedang menepuk pelan puncak kepala seorang anak perempuan untuk memberinya pujian karena berhasil menghafalkan alfabet, akhirnya mengangkat kepalanya dan matanya langsung bertemu dengan chanhee yang masih berdiri dengan canggung hanya beberapa langkah di depannya. terlihat jelas younghoon juga terkejut dengan kedatangan chanhee, ia mematung untuk beberapa saat. namun setelah ia mampu menguasai dirinya lagi, lelaki itu melempar senyum pada chanhee.

“chan, sini.”

younghoon melambaikan tangannya, mengajak chanhee untuk bergabung dengannya dan beberapa anak yang menunggu untuk diberi pertanyaan lagi. akan sangat aneh kalau chanhee pura-pura tidak melihat atau mendengar. jadi ia terpaksa menyeret langkahnya lagi dengan berat menuju meja itu. ia mendudukkan dirinya di tempat yang masih longgar, di tengah anak-anak. younghoon masih belum melepas senyumnya saat akhirnya chanhee duduk di seberangnya.

“nah, kenalin kakak ini namanya kak chanhee. dia pinter lho, orangnya.”

younghoon memperkenalkan chanhee pada anak-anak yang mulai tertarik dengan datangnya chanhee di tengah-tengah mereka.

“kalian yang di deket kak chanhee, belajarnya sama dia ya. yang di sini belajar sama aku,” tambah younghoon yang disambut dengan anggukan antusias anak-anak itu.

mereka segera berdempet di dekat chanhee, memintanya untuk membuka buku. chanhee mau tidak mau mengeluarkan senyumnya, melihat anak-anak yang masih semangat untuk belajar membuat hatinya hangat. diam-diam ia mengintip ke arah younghoon yang sudah kembali sibuk dengan kegiatannya.

he looks fine.

“changmin, coba lihat dulu deh foto-fotonya.”

younghoon menghampiri changmin dengan kameranya di tangan, sedari tadi ia mencuri beberapa jepretan kegiatan di situ. changmin mengamati dengan serius saat younghoon memperlihatkan foto-foto di kameranya, sambil sesekali mengangguk kecil.

chanhee benci untuk mengakui ini, tapi alam bawah sadarnya selalu memberinya peringatan bahwa mungkin, mungkin saja younghoon masih menaruh hati pada changmin.

pikirannya selalu menyuruhnya untuk sadar akan gestur younghoon setiap ada di dekat changmin. senyuman tipis, tepukan di pundak, caranya memanggil nama changmin. semua tanpa sadar chanhee perhatikan. semuanya terlalu familiar, rasanya seperti dé javu.

ia tidak sadar saat younghoon sudah kembali di dekatnya, memasukkan kamera ke dalam tas.

“chan, laper nggak? makan yuk,” ajaknya tiba-tiba.

chanhee yang sedang membereskan buku-buku yang berserakan di atas meja karena kelas telah usai, mengangkat alisnya kaget.

“gue belom laper, sih,” balasnya pelan.

“ya udah, temenin gue aja.” younghoon serta merta menarik tangan chanhee, mengajaknya berdiri. “di depan ada warung bakso enak kata si eric. gue mau nyobain.”

chanhee mengangkat bahunya pasrah, meninggalkan tumpukan buku yang sedang disusunnya untuk menuruti ajakan younghoon.

warung bakso yang letaknya tidak jauh dari taman baca itu tidak ramai pengunjung. hanya ada satu pasangan yang duduk di ujung bangku kayu panjang. meskipun chanhee sudah bilang kalau ia belum lapar, namun younghoon tetap memesan dua mangkuk bakso. kalau tidak habis biar ia yang menghabiskan, katanya.

younghoon mulai menyantap makanannya saat mangkuk dengan kuah mengepul tersaji di depannya. chanhee mengawasinya dalam diam, sepertinya ia memang sedang kelaparan. ia sendiri hanya mengaduk es jeruknya, menyeruputnya pelan.

“chan,” panggil younghoon. chanhee membalas dengan alisnya yang terangkat sejenak. “tempo hari- gue nelfon lo ya, malem-malem?”

telfon malam hari itu. saat younghoon sedang tidak dalam kesadaran pikirnya.

“iya,” jawab chanhee singkat. “lo lagi mabok, kan? nggak usah takut lo ngomong aneh-aneh. gue bahkan udah lupa lo ngomong apa waktu itu.”

younghoon bergumam pelan. “gitu, ya? gue kira gue ngomong sesuatu yang harusnya gue sampein ke lo secara langsung.”

chanhee menelan ludahnya, otaknya mulai menyambungkan satu titik dengan lainnya. ia mulai menebak ke mana arah pembicaraan younghoon.

“chan,” panggil younghoon lagi. “gue ke sini karena diundang sama changmin. gue nggak tau kalo bakal ada lo di sini juga, walaupun gue berharap iya. tapi gue nggak minta changmin buat maksa lo dateng.”

chanhee tidak tahu kenapa younghoon membicarakan masalah itu. jarinya bermain dengan permukaan meja, pandangannya jatuh pada mangkuk bakso yang masih belum disentuhnya.

“kak, lo masih suka, ya? sama changmin?”

pertanyaan chanhee terdengar lantang di antara hening yang mereka ciptakan sendiri. seakan semua yang ada di sekeliling mereka mengabur, menciptakan dinding tak kasat mata yang mengurung mereka berdua di dalamnya.

younghoon menarik napasnya panjang sebelum menghembuskannya keras.

“chan, gue nggak tahu gimana caranya nunjukkin ke lo kalo perasaan gue ke changmin udah nggak kayak dulu lagi.”

what more to show? gue bisa liat kok gimana lo masih mandang changmin dengan cara yang sama, senyum lo ke dia juga masih senyum yang sama.”

younghoon seketika terdiam. jadi chanhee memperhatikan semuanya selama ini.

younghoon hati-hati meraih tangan chanhee, bersyukur lelaki itu hanya membiarkannya. ia perlu menggenggam tangannya, memberikannya rasa aman sebelum ia mulai membuka suara lagi.

“chan, i will tell you this... gimanapun juga i have a soft spot for him. selalu. dia orang yang pernah gue sayang banget, gue nggak bisa tiba-tiba bersikap lain ke dia,” jelas younghoon, ibu jarinya mengusap pelan punggung tangan chanhee. “tapi setelah semuanya yang udah terjadi, gue sadar kalo sayang aja nggak cukup. gue bakal tetep butuh disayang balik, butuh yang selalu ada di deket gue.”

chanhee mendengarkan ucapan younghoon, ia paham dan mengerti. namun sulit rasanya menghalau pikiran bahwa ia hanyalah opsi kedua. younghoon datang padanya hanya karena ia lah yang pernah tinggal di saat younghoon sedang membutuhkan tempat untuk bersandar.

“oh lagi pada di sini ternyata!” seruan eric tiba-tiba memenuhi warung, membuat younghoon dan chanhee tersentak.

sunwoo yang datang bersama eric menangkap younghoon yang menarik tangannya cepat dari chanhee. ia langsung dapat membaca situasi.

“ric, gue tiba-tiba pengen makan mie ayam deh. ke warung sebelah aja, yuk?” tanpa menunggu persetujuan eric, sunwoo langsung menarik pacarnya itu pergi.

eric hanya meneriakkan 'dah, kak!' pada chanhee dan younghoon sebelum menghilang dari pandangan.

keduanya kembali diliputi canggung, chanhee memutuskan untuk memakan makanannya yang mulai mendingin. membiarkan younghoon larut dalam pikirannya lagi.

mereka berjalan kembali ke taman baca, meskipun acara sudah selesai tapi setidaknya mereka bisa membantu untuk membereskan tempat.

beberapa meter menuju gerbang masuk, younghoon menyetop langkahnya tiba-tiba. chanhee spontan menghentikan kakinya juga, menoleh pada lelaki di sebelahnya.

“kenapa?”

younghoon menunduk sejenak.

“gue kayanya nggak bisa, pergi dari sini tanpa ngomongin ini ke lo,” ucapnya pelan, ia mengangkat kembali wajahnya untuk menatap chanhee. “chan, gue sayang sama lo. sayang banget.”

ucapan yang sama, beberapa malam yang lalu. namun kali ini dengan sadar.

“gue nggak-” kalimatnya tercekat di tenggorokan, younghoon meraih kedua lengan chanhee. “gue nggak tahu gimana lagi harus bikin lo percaya, kalo sayang gue ke lo bukan sekedar pelarian.”

“chanhee.” kali ini younghoon benar-benar menarik chanhee dalam pelukan, mengubur wajahnya dalam-dalam di ceruk leher chanhee. “beberapa bulan terakhir gue pacaran sama changmin, gue nggak sadar kalo sayang gue ke dia udah nggak tulus lagi. semuanya cuma obsesi. cuma biar dia bisa balik sayang ke gue. cuma biar dia nggak ninggalin gue.”

chanhee menggigit bibirnya, rasanya ingin menangis.

“padahal lo berkali-kali nyadarin gue, tapi gue nggak pernah denger,” lanjut younghoon. “i'm so sorry.

“kak...” panggil chanhee akhirnya. “kalo emang lo udah tahu gimana perasaan lo sekarang ke changmin, i'm glad. tapi, bukan berarti perasaan lo ke gue itu juga nyata.”

younghoon tersentak dengan kalimat terakhir yang dilontarkan chanhee. ia menarik dirinya dari lelaki itu, menatapnya tepat di manik mata.

“chanhee... lo pikir selama ini gue ngapain aja? berbulan-bulan lo nggak pernah mau berhubungan sama gue lagi, nggak mau ketemu sama gue. malem itu, gue akhirnya minum juga gara-gara lo. nggak pernah lewat seharipun gue nggak kepikiran sama lo, chan. gue yang ngerasain di sini, bukan lo. jadi lo nggak berhak bilang kalo perasaan gue ke lo tuh cuma semu.”

chanhee merasa jantungnya memompa dua kali lebih cepat, tidak siap diserang oleh kenyataan yang akhirnya harus terkatakan.

“nggak usah lo nyuruh gue nanya ke diri sendiri, apa perasaan gue ke lo tuh cuma gara-gara gue udah nggak sama changmin. tapi buktinya, dari sebelum putus sama changmin pun gue udah sayang sama lo, chan. guenya aja yang terlalu bego buat sadar.”

younghoon mengatur napasnya yang memburu karena emosi yang membuncah. ia lalu mengamati chanhee yang kini meluruhkan air mata di depannya. lelaki itu terkesiap.

“jangan nangis....” tangannya terulur untuk menghapus air mata yang meleleh di pipi chanhee. seketika chanhee menjatuhkan dirinya dalam peluk younghoon, yang langsung disambut dengan dekapan erat. “chanhee... jangan pernah mikir kalo lo nggak pantes... gue sayang sama lo, bukan karena apa-apa. tapi karena gue emang pengen ada lo di sisi gue, di hidup gue.”

“gue-” chanhee berbisik di antara sengguknya. “gue lebih sayang sama lo kak... semua yang gue lakuin, karena gue sayang sama lo. dari pertama kali kita ketemu, walaupun lo nggak lihat gue. sejak saat itu sayang gue nggak pernah berhenti.”

younghoon merasa hatinya ditikam belati tak kasat mata. ia benar-benar menyayangi lelaki ini, dan ia juga ingin chanhee tahu bahwa semua sakitnya tidak akan berujung sia-sia. bahwa ia akan berada di garis terdepan, untuk menutup semua luka yang tak sengaja ia torehkan. karena chanhee seorang yang sangat berharga, yang sangat ingin ia lindungi lebih dari apapun.

eric mengawasi younghoon yang sedang memeluk erat chanhee sambil sesekali memberi cium pada puncak kepalanya, dari kejauhan.

“itu tuh pacarnya kak younghoon?” celetuk eric.

sunwoo ikut melempar pandang pada dua orang yang sedang diamati oleh eric, termangu sejenak kemudian mengangkat bahu.

“bukan urusan lo, ah. abisin makannya jangan meleng ke mana-mana,” tegur sunwoo.

eric mengerucutkan bibirnya. “gue kan cuma nanya.”

namun dalam hati sunwoo lega, mungkin memang semua rumit yang terjalin di antara keduanya akhirnya menemukan celah untuk terurai. untuk bebas.