eric tidak sering bertemu dengan individu yang sederhana. tidak ada topeng, tidak ada senyum palsu, kata-kata yang menyimpan bual.

sunwoo sangat sederhana, terlalu sederhana untuk eric yang kerap berhadapan dengan orang-orang yang datang padanya demi mengharap sesuatu. atau kebahagiaan semu.

eric tidak biasa membalas senyum seseorang tanpa menebak apa maksud di baliknya. eric terbiasa memberikan hangat peluknya hanya agar yang lain tetap tinggal. tapi sunwoo di sini, tanpa eric perlu mengulurkan tangan. ia di sini, di sisinya tanpa ia meminta untuk tinggal. dan tidak pergi meninggalkan jika bahagia sesaat sudah didapat.

jika sunwoo bilang ia suka malam hari, bukan berarti kamu harus memberinya seluruh bulan dan bintang. jika sunwoo bilang ia suka minum teh di pagi hari, bukan berarti ia akan menolak kopi jika kamu memberinya. sunwoo begitu mudah, terlalu mudah bagi eric. ia terus mencari-cari celah.

tapi sunwoo terlalu mudah. jika sunwoo bilang ia suka eric, tidak ada hal lain yang harus eric khawatirkan. ia hanya suka pada eric.

“ric?”

eric mengerjapkan matanya, kembali sadar dari larut pikirannya.

“ngapain bengong? abisin tuh makannya.”

“iya.”

ia kembali melanjutkan kegiatan makannya, sembari mengamati kendaraan yang lalu lalang. sunwoo duduk di sampingnya. dan dunia tiba-tiba terasa aman bagi eric.

asal ada sunwoo.

“nu, itu apaan deh?” eric menunjuk ke kejauhan, membuat sunwoo harus menolehkan kepalanya ke arah yang ditunjuk eric.

“apaan?” tanya sunwoo yang tak menemukan apapun.

“sunwoo,” panggil eric. seketika sunwoo menoleh dan setusuk sate sudah nangkring di pipinya. sunwoo menghela napas.

“eric-”

eric terbahak melihat ekspresi kesal sunwoo karena kotor di pipinya. ia memegang pergelangan tangan sunwoo sementara tangannya yang lain berusaha membersihkan pipi sunwoo, masih sambil tertawa.

sunwoo tidak mengatakannya terang-terangan tapi ia lega, sangat lega mendengar dan melihat tawa eric lagi. itu yang membuatnya jatuh saat pertama kali mereka bertemu, saat ia tidak sengaja menumpahkan kuah bakso pada kemeja eric. dan anak itu masih mampu memberinya senyum.

eric cerah.

secerah mentari di langit pagi hari dengan sedikit awan, atau mentari yang mengintip dari balik awan sehabis hujan. sunwoo jarang bertemu seseorang yang cerianya mampu memberikannya bahagia. tapi ia bertemu eric. yang senyumnya sudah bisa menghilangkan gelisah, yang ucapannya bisa membuat sirna semua gundah, yang keberadaannya membuat sunwoo sampai pada titik realisasi. bahwa ia sudah banyak melihat kisah orang lain, belajar untuk menghindari kesalahan. namun ternyata hidup adalah simulasi untuk berproses, belajar. dan untuk sunwoo adalah eric.

entah apakah ada eric eric selanjutnya bagi sunwoo, tapi untuk sekarang, eric yang saat ini ada di sampingnya adalah semua pelajaran di kehidupan pertamanya. untuk patah hati pertama dan bahagia pertama, biar sunwoo alami sekarang.

“nu,” panggil eric yang dijawab sunwoo dengan gumaman. “lo masih mau couple-an baju sama gue, nggak?”

sunwoo menatap eric dengan alisnya yang terangkat, sedikit takjub. namun akhirnya ia memberikan senyum, meraih satu tangan eric untuk digenggam. ia menyandarkan kepalanya pada pundak yang lebih pendek, kembali melanjutkan makannya.

“mau.”