HANARKA

tags ; nyepong, hanan sange, fingering, toilet gym, nelen peju, hanan sange ((sawrry i'm not good at giving tags it is what it is))


Sudah satu jam lebih Arka duduk di sudut ruangan sambil scroll timeline dan pura-pura sibuk. Sesekali ekor matanya mencari keberadaan Hanan yang rajin berpindah tempat. Kali ini cowok itu sedang rebah sambil menarik beban dari atas sebelum melepasnya lagi, dilakukan berulang-ulang.

Arka bete parah. Karena sejam sebelumnya Hanan menyuruh Arka mampir ke tempat gym-nya saja untuk menjemput.

“Sini, Ka. Samperin aku. Nanti sekalian makan.”

Nyatanya sampai di lokasi Hanan masih punya serangkaian sesi yang belum selesai. Terpaksa Arka harus menunggu seperti orang bodoh di pojokan. Ia bertekad kalau sepuluh menit lagi Hanan masih belum selesai, ia bakal cabut dari tempat itu.

“Sayanggg, nunggu lama, ya?”

Sembilan menit, lima belas detik.

Hanan menghampirinya dengan kedua lengan terbuka lebar, intensi untuk memeluk. Arka buru-buru menghindar sementara tangannya kilat melempar handuk ke muka Hanan.

“Keringin dulu, tuh,” perintah Arka tajam.

Hanan langsung menurut meskipun sambil cemberut. Kaosnya basah total oleh keringat hingga melekat ke kulit. Ia mengambil tempat duduk di dekat Arka.

“Lama, ya?” tanya Hanan lagi. Ia sudah tahu dari ekspresi Arka yang bete maksimal.

“Pake nanya,” sewot Arka. “Udah nyuruh jemput malah harus nunggu sejam sampe kering.”

“Kamu, sih. Kan niatnya aku tadi mau ngajak kamu nge-gym juga.”

“Udah dibilangin aku nggak suka nge-gym, Hanannn.” Arka sampai harus menahan rasa gemasnya agar tak menjambak rambut cowoknya yang masih meneteskan bulir keringat itu.

“Diajakin sehat sama pacarnya kok nggak mau? Biar badan kamu berisi, nggak kerempeng kayak gini.”

“Siapa yang kerempe-”

Aksi di depannya membuat suara Arka surut. Hanan menanggalkan kaosnya seakan tak peduli sekitar. Disekanya kulit tan-nya yang mengkilap oleh keringat itu dengan handuk.

“Kamu bilang apa tadi, Ka?”

“Nggak.”

Satu hal yang membuat Arka kadang-kadang merasa kurang nyaman. Cowoknya itu suka dengan mudahnya mengekspos badannya di publik. Alias Hanan gampang sekali bertelanjang dada tanpa merasa malu.

Okelah kalau tubuh Hanan memang bagus. Arka tidak memungkiri. Tetapi kemungkinan bahwa Hanan sengaja melakukan itu untuk pamer membuat Arka sedikit senewen. Pasalnya yang punya mata dengan kejernihan seratus persen bukan dia saja. Yang rabun saja kemungkinan masih bisa melihat, apalagi yang lain.

Bukan sekali dua-kali Arka menangkap pasang mata yang mengamati lebih dari lima detik sebelum pura-pura melengos. Seperti yang barusan, instruktur yang mendampingi kegiatan Hanan hari ini melihatnya dari kejauhan tepat setelah kulit yang basah itu terekspos.

Entah, Arka risih saja.

“Mandi dulu sana,” suruh Arka setelah Hanan menyeka keringat di badannya dengan asal-asalan.

“Ayo, temenin.” Hanan mendekatkan wajahnya dengan senyum menyebalkan. Aroma khas tubuhnya tercium oleh Arka.

“Temenin apaan?”

“Bawain tas aku, maksudnya,” kekeh Hanan sebelum mencuri cium pipi Arka. Yang dicium cuma bisa mencak-mencak karena pelakunya sudah ngibrit ke belakang.


Bilik kamar mandi tidak begitu ramai. Hanya ada satu hingga dua orang yang membilas diri tak begitu lama sebelum pergi. Arka menunggu di luar pintu bilik Hanan sambil membawa tasnya di bahu kanan.

“Ka, ambilin sabun di kantong depan, dong.” Suara Hanan terdengar dari dalam bilik. Arka meraba bagian depan tas Hanan untuk mencari barang yang dimaksud sebelum pacarnya itu berseru lagi. “Eh, apa di dalem ya? Kantong samping nggak ada, kan?”

Arka urung melanjutkan kegiatannya. Diketuknya pintu kamar mandi agar Hanan memberi celah. Begitu Hanan membuka sedikit pintunya, tanpa permisi Arka menyelinap masuk.

“Kenapa? Sabunnya nggak kebawa, ya?” tanya Hanan.

Tanpa kata Arka menggantungkan tas Hanan di pintu sebelum menatap cowoknya itu. Hanan yang masih bertelanjang dada dan belum melepas celananya itu balik menatap Arka dengan bingung.

“Kenapa?” ulangnya. Kali ini setengah berbisik karena ia merasa was-was.

Arka yang masih diliputi perasaan setengah jengkel itu tak menjawab. Satu tangannya mendarat di dada Hanan lalu bergerak menyusuri bahu dan berhenti di sisi wajah Hanan. Melangkah mendekat hingga lutut keduanya bersentuhan, Arka menarik wajah Hanan untuk menciumnya tepat di bibir.

Meskipun lumayan kaget Hanan tak kehilangan refleksnya. Tangannya melingkari pinggang Arka sementara dirinya balas mencium. Hanan memiringkan kepala untuk mendapat akses yang lebih leluasa. Pada akhirnya Hanan juga yang memegang kendali.

Ciuman yang cukup panjang itu terpaksa diputus oleh Hanan. Ia mengatur napasnya sebelum berucap.

“Ka, emangnya kamu mau ngelakuin di sini?”

Dengan tampang tanpa dosa Arka balik bertanya. “Ngelakuin apa?”

“Jangan bilang kamu cuma pengen ciuman.”

“Kalo iya kenapa?”

Hanan langsung mengeluh. “Udah terlanjur kebelet, Ka.”

Arka mendengus setengah mengejek. “Bukan urusan aku.”

Panik Hanan menahan pergelangan tangan Arka ketika cowok itu hendak keluar bilik.

“Jangan kemana-mana dulu. Sumpah jahat banget Arka,” rengek Hanan. “Tanggung jawab, dong. Udah nggak tahan banget. Minimal sepong, deh.”

Arka mendelik. Ia melipat kedua tangannya di depan dada. Melihat Hanan memohon padanya dengan muka memelas membuat dirinya merasa di atas angin.

“Nggak minta tolong mas-mas yang tadi aja?”

“Hah? Yang mana?”

“Yang bantuin kamu tadi.”

“Lah, ngapain dia?”

“Demen liat badan kamu tadi kayaknya. Apalagi pas kamu buka baju. Sampe melotot tuh tadi aku liat.”

Hanan menautkan alisnya. “Sayang cemburu, ya?”

“Hmm, nggak sih. Males aja liat kamu telanjang di publik.”

“Iya, maaf. Aku nggak tau kalo ada yang merhatiin. Aku juga nggak peduli sama orang lain, kok. Kan yang bisa megang cuma kamu.”

“Megang ini?”

Napas Hanan tercekat begitu tangan Arka menyentuh miliknya yang sudah mengeras, membentuk tonjolan yang kentara dari balik celananya. Hanan melenguh dalam saat Arka meremas dan memijat miliknya pelan.

“Sepongin ya, Ka? Please?” mohon Hanan.

Mendengar itu Arka langsung menarik tangannya. “Nggak mau.”

Hanan merengek lagi seperti anak kecil yang tidak boleh makan permen. Bagian bawah perutnya sudah bergejolak hebat minta diberikan pelepasan.

“Kalo nggak mau jangan mancing, Ka,” protes Hanan. “Tau sendiri aku nggak bisa nahan kalo sama kamu.”

“Sangean, sih.”

“Iya, sama kamu. Disenyumin kamu aja aku udah pengen buka celana,” oceh Hanan ngawur.

Komentar Hanan sukses membuat Arka merah padam. Ia lalu menyuruh Hanan melepas kain terakhir yang tersisa di tubuhnya, yang langsung dipenuhi Hanan sebelum Arka berubah pikiran.

Arka menanggalkan kaos dan celana jinsnya sebelum berlutut di depan Hanan.

“Kok dilepas?”

“Biar nggak kotor, lah.”

“Nggak papa, nanti mandi sama aku. Aku bawa spare banyak di tas.”

Arka menyuruh Hanan diam sebelum tangannya meraih milik Hanan dan memasukkannya ke dalam mulut. Dibasahinya dengan saliva yang dibawa oleh lidahnya, dikulum dengan hangat.

Beberapa hal yang membuat Hanan hampir mencapai puncaknya, dan salah satunya adalah melihat wajah Arka yang mendongak di antara kedua kakinya. Tangan Hanan menyibakkan helai rambut yang menutupi wajah Arka dan menariknya ke belakang hingga wajahnya benar-benar terangkat.

Ibu jari Hanan mengusap liur yang menetes di sudut bibir Arka. Arka-nya yang berusaha keras melumat miliknya, menahan sedakan acap kali milik Hanan menabrak bagian belakang rongga mulutnya.

“Cantik…” komentar Hanan sementara pinggulnya bergerak mengikuti ritme mulut Arka. Milik Hanan berdenyut nikmat dalam kuluman lidah Arka, membuat Hanan tak kuasa untuk tak mendorong dirinya hingga ujungnya terus-menerus menabrak bagian dalam mulut Arka. Tangan Arka mencengkram erat pinggang Hanan, matanya sudah berair menahan hasrat untuk tersedak.

“Aku mau keluar,” ucap Hanan. Ia hampir mencabut miliknya ketika dilihatnya Arka menggeleng samar. “Ka?”

Sebagai gantinya Arka menghisap milik Hanan lebih kuat, membuat Hanan mengerang dalam.

Fuck.” Hanan mengumpat di antara napasnya yang memburu. Beberapa kali ia menyemburkan cairan ke dalam mulut Arka. Tak lama pacarnya itu menarik diri dan terduduk hingga punggungnya menyentuh dinding bilik.

Hanan buru-buru berlutut untuk mengecek Arka yang terbatuk. Diusapnya dagu dan bibir Arka yang masih basah oleh saliva.

“Sayang, nggak papa kan?”

Arka mengangguk sebelum membuka mulutnya, memperlihatkan bagian dalamnya pada Hanan. Seketika Hanan menghela napas pasrah.

“Kamu bener-bener nggak mau kotor, ya?”

“Aku udah bilang, kan.”

Hanan memandangi pacarnya yang masih terduduk itu sambil tersenyum tipis. Ia lalu mendekatkan wajahnya untuk berbisik di telinga Arka.

“Tapi aku pengen bikin kamu kotor. Biar bisa mandi bareng aku.”

Belum sempat Arka menanggapi ucapan Hanan, cowok itu sudah melucuti celananya yang menyembunyikan milik Arka yang merah dan basah. Dengan satu gerakan cepat Hanan membalikkan tubuh Arka hingga sisi wajahnya menempel pada dinding bilik yang dingin.

“Nan- Ah!” Arka mendesah keras begitu jari Hanan memasuki lubangnya. Refleks Arka menunggingkan bagian belakang tubuhnya untuk mencari gesekan yang didambakannya. Hanan tahu satu jarinya saja tak cukup, maka ia menambahkan jarinya yang lain. Bergerak mencari titik kenikmatan Arka.

“Hanan… please…”

“Bentar, sayang.” Jemari Hanan tak henti menghujam hingga tubuh Arka mengejang. Cowok itu tersenyum puas. “Di sini, ya? Hm?”

Arka merengek panjang karena Hanan tak memberinya jeda. Ia hampir menyentuh dirinya sendiri namun ditepis oleh Hanan.

“Biar aku aja. Soalnya kamu udah jadi anak pinter, anak manis hari ini. Nggak ada yang nyuruh kamu buat nelen tapi kamu inisiatif buat nelen sendiri. Pinter.”

Kelemahan Arka kalau Hanan sudah melontarkan pujian-pujian yang meninggikannya. Rasanya Arka rela mau dibikin berantakan oleh Hanan saat itu juga.

Stimulasi yang didapat Arka dari jemari Hanan di dalam lubangnya dan telapak tangan Hanan yang merangkum miliknya membuat Arka tak bisa berpikir lagi.

“Enak?” tanya Hanan. Bibirnya menempel di tengkuk Arka. Belum sempat Arka merespon, Hanan menambahkan. “Enak udah ngerjain aku? Sengaja bikin aku sange terus mohon-mohon buat disepong kamu?”

“A- Ah… Kamu duluan y-yangh- mulai…” balas Arka tersendat.

“Makanya kalo cemburu itu bilang, sayang.”

Punggung Arka terasa basah oleh keringat yang entah milik Hanan atau dirinya sendiri. Arka sebal tapi ia tidak bisa berhenti. Ia tak mau.

“Enak? Yang ini enak juga, kan?” Hanan tak berhenti menggoda Arka. “Dijawab jangan diem aja.”

“Enak…” ucap Arka pelan. “Bawel.”

Hanan terkekeh. Ia sengaja mendorong jarinya lebih dalam hingga Arka kembali mendesah keras. Tak peduli apakah ada orang di luar yang mendengar.

“Nan, mau keluar…”

“Keluarin aja, sayang.” Hanan menyapukan ibu jarinya di lubang pelepasan Arka, membuat Arka mengumpat di balik napasnya sebelum menyemburkan cairan putih yang membasahi tangan Hanan dan dinding bilik.

Hanan mencium pipi Arka. “Gemes.”

Arka terpaksa ikut membersihkan diri bersama Hanan sambil berharap tidak ada orang yang akan melihat keduanya keluar dari bilik yang sama.

“Lain kali ikutan nge-gym aja, Ka,” celetuk Hanan sesaat setelah ia mengeringkan rambutnya. “Biar nggak keliatan aneh, orang nggak ngapa-ngapain kok ikutan mandi.”

“Mandi sebilik berdua aja juga udah aneh, dodol,” kesal Arka.

Hanan mencium gemas pipi pacarnya yang masih menggerutu itu. Kalau lagi marah-marah Arka jadi kelihatan seribu kali lebih menggemaskan, Hanan jadi kepengen cium terus.

Nyatanya begitu keduanya keluar dari bilik, ada beberapa pasang mata yang mengawasi mereka dengan tanda tanya yang kentara. Hanan masa bodoh saja, sementara Arka berusaha tidak bertatap muka dengan orang-orang itu.

“Mas Hanan, makasih udah mampir! Besok lagi, ya?”

Suara seseorang membuat Hanan dan Arka yang hampir melangkahkan kaki keluar dari tempat gym, terhenti sejenak.

“Oh, iya Mas,” sahut Hanan. Satu tangannya yang merangkul Arka menarik cowok itu agar merapat. “Besok gue bawa pacar gue lagi, ya? Biar dilatih bareng. Boleh, kan?”

Arka mendapati ekspresi lelaki itu berubah masam sebelum buru-buru memaksakan senyum.

“Boleh, kok.”

“Sipp!” Hanan mengacungkan jempolnya. “Duluan ya, Mas. Pacar gue udah kelaperan, nih. Mau cari makan dulu.”

Seakan belum cukup dengan menyebut Arka pakai embel-embel pacar, Hanan malah terang-terangan mencium Arka sebelum pamit pulang. Sampai di luar Hanan cuma cengengesan ketika Arka mengomelinya.

Tapi di dalam hati Arka juga lumayan lega. Yang penting orang sudah tahu kalau Hanan ada yang punya. Punya Arka.