Hari ini harinya Hanan Abimanyu.
Dari sekian banyak hal dalam hidup Hanan, salah satu yang paling disyukurinya adalah bagaimana ia selalu mendapat curah kasih sayang. Dari mana saja dan dalam bentuk apa saja.
Ketika perempuan yang melahirkannya memilih untuk pergi, ada perempuan lain yang dengan sukarela memberinya rasa cinta hingga ia tak sempat merasakan kekosongan itu. Dan ketika perempuan yang kini dipanggilnya Mamah itu mulai sibuk untuk memenuhi kebutuhannya, Hanan masih mendapat perhatian dari teman-teman yang begitu mudahnya ia terima.
Kemudian datang Arka. Segala jatuh bangunnya tak ada artinya dibandingkan memiliki cowok itu di sisinya. Hanan mulai menyadari bahwa segala bentuk kasih sayang yang didapatnya itu tak semua orang berkesempatan untuk merasakan. Arka membuatnya buka mata akan bagaimana ia seharusnya lebih menghargai apa yang dipunya.
Lalu Biru, Bintang, Edgar, dan banyak yang tak bisa Hanan sebut satu persatu. Hanan dikelilingi oleh orang-orang yang peduli, maka ia hanya perlu mengingat betapa beruntung dirinya itu.
“Ru, minta tolong ambilin piring kecil di dapur!”
“Ka, ini balonnya mau ditiup beneran?”
“Iya tapi nggak usah semuanya, Bin. Buat foto aja nanti.”
“Piring kecil di sebelah mana, sih, Ka? Dapurnya Hanan kayak kapal pecah.”
“Ini balon dari apaan, sih? Uhuk, uhuk!! Susah banget niupnya.”
“Iya bentar, Ru! Itu ada alatnya, Binnn. Jangan ditiup langsung, bengek lo yang ada.”
Hanan hanya mengawasi teman-temannya ribut mempersiapkan selebrasi kecil-kecilan untuk ulang tahunnya. Dari tadi ia hanya disuruh duduk manis saja, Arka melarangnya untuk ikut campur.
“Sini gue bantuin,” ucap Hanan akhirnya, merasa rikuh karena hanya dirinya yang tidak diberi tugas apa-apa. Hanan mengambil balon yang masih kempes lalu ditiupnya kuat-kuat menggunakan mulutnya.
“Lah, itu bisa?” komentar Bintang.
“Bisa, lah. Gue.” Hanan mengikat ujung balon yang sudah ditiup itu lalu melemparnya ke udara.
Dor!!!
“AAAAAAAAA!!!!!!”
Lengkingan suara Bintang membuat Biru berlari tergopoh dari dapur.
“Kenapa? Ada apa?” tanya Biru khawatir.
“Balonnya meledak!!” seru Bintang.
Hanan hanya cengengesan sambil meminta maaf.
“Aduh, Hanan, kamu diem aja nggak usah ikutan,” protes Arka yang ikut menghampiri setelah menemukan piring kecil dari dapur.
Diomeli pacarnya, Hanan akhirnya menurut meski bibirnya langsung mengerucut seperti bebek. Ia terpaksa membiarkan tiga orang itu menyiapkan semuanya. Sesekali mulutnya yang gatal mengeluarkan komentar kalau ada yang tidak sesuai dengan keinginannya. Hingga ketiga orang itu kompak menyuruh Hanan untuk diam.
Balon berwarna-warni itu akhirnya menghiasi ruang tengah rumah Hanan. Meski pada akhirnya Biru dan Arka yang memompa angin ke dalamnya sedangkan Bintang hanya menyemangati mereka dari samping.
Kue ulang tahun yang dibeli Arka disajikan di atas meja dengan lilin yang sudah menyala.
Lagu selamat ulang tahun yang dinyanyikan memenuhi ruangan dan membuat hati Hanan terasa hangat meski beberapa saat sebelumnya ia sempat memprotes kalau kegiatan itu terlalu kekanak-kanakkan. Tapi Hanan suka menjadi anak-anak. Masa kecilnya diingat sebagai memori yang bahagia. Hanan tak keberatan kalau harus mengulanginya.
“Make a wish!” ucap Arka setelah itu.
Hanan menautkan kedua tangannya lalu mulai memejamkan mata.
“Semoga habis ini Arka ngasih birthday se-“
Tak ayal kepala Hanan langsung ditoyor sebelum harapannya selesai terucap. Biru dan Bintang hanya terkikik geli sementara Arka menyuruhnya untuk kembali mengucap keinginannya dalam hati.
Acara tiup lilin dilakoni Hanan dengan brutal hingga asapnya membuat seisi ruangan itu terkena asma mendadak. Yang ulang tahun tertawa saja selagi korbannya memaki-maki.
“Udah buruan potong kue, deh! Biar cepet selesai nih acara ulang tahun laknat!” keluh Biru yang masih mengibaskan tangannya untuk menghalau asap.
Hanan memberikan potongan kue pertamanya untuk Arka.
“Makasih. Selamat ulang tahun, ya, Sayang,” ucap Arka sembari menerima kue dari Hanan.
Bintang mengeluarkan ponselnya untuk mengabadikan momen itu. Namun ekspresinya berubah masam ketika yang tertangkap di layarnya adalah Hanan yang mencium Arka dengan ugal-ugalan.
“Bin, kita potong kue sendiri aja,” ucap Biru, mengajak pacarnya untuk menikmati kue ulang tahun sementara dua orang di depan mereka dibiarkan ciuman hingga lupa waktu.
Yang akhirnya membuat dua sejoli itu kembali ke realita adalah suara bel pintu yang berbunyi. Arka buru-buru beranjak menuju pintu, meninggalkan Hanan yang masih linglung hasil ciuman heboh dengan sang pacar.
Kebingungan Hanan semakin menjadi ketika seseorang muncul dari pintu dengan senyum lebar dan dua tangan yang penuh dengan barang bawaan.
“Surprise!!! Mana yang ulang tahun hari ini???”
Mata Hanan melebar ketika wanita itu melangkah ke arahnya. Terlalu terkejut akan kedatangan ibunya yang tiba-tiba.
“Masih bengong habis ciuman, Tante…” bisik Biru pelan. Bintang seketika menyenggol pacarnya itu, menyuruhnya diam.
Wanita itu hanya tersenyum sebelum menaruh barang-barangnya lalu ikut bergabung di dekat meja.
“Mamah kok pulang?” tanya Hanan tanpa ia sadari pertanyaannya terdengar aneh.
“Lah, katanya disuruh pulang? Kan ulang tahun anaknya Mamah?”
Mendengar itu Hanan mencebikkan bibir bawahnya lalu menghambur ke pelukan ibunya, tak disangka cowok itu terisak di sana.
“Lho, malah nangis? Nggak malu sama temen-temennya?” Ibu Hanan tertawa sambil mengusap punggung anak laki-lakinya itu. “Selamat ulang tahun, Hanan anak Mamah. Semoga makin gede bisa makin tanggung jawab, makin bijak, tambah sayang sama Mamah, sama temen-temennya juga. Makin dewasa nggak kebanyakan ngambek kayak anak kecil lagi. Pokoknya Mamah pengen Hanan selalu diberi kebahagiaan.”
Hanan memeluk ibunya begitu erat, menyembunyikan wajahnya di bahu wanita itu.
“Hanan… sayang Mamah…” ucap Hanan di sela-sela isakannya.
“Iya, Mamah lebih lebih lebih sayang sama Hanan.”
Arka menggigit bibirnya menyaksikan pemandangan di depannya itu, tidak ingin ikut meneteskan air mata. Sedangkan dua orang yang berdiri di balik punggung ibu Hanan mati-matian menahan tawa karena yang mereka lihat adalah wajah Hanan yang penuh air mata dan ingus yang mengalir dari hidungnya.
Bintang menutup mulutnya dengan satu tangan sementara tangannya yang lain mengangkat ponsel untuk merekam momen langka itu. Di sebelahnya Biru sudah menyerah mengabadikan kejadian itu karena perutnya sakit menahan tawa. Ia hanya bertumpu pada Bintang yang jadi ikut terguncang karenanya lalu pacarnya itu mengomel karena kameranya jadi tidak fokus.
“Mamah beneran langsung inisiatif pulang hari ini?” tanya Hanan setelah tangisnya reda dan air matanya dikeringkan dengan tisu oleh Arka.
“Nggak, deng. Mamah sekongkol sama dia, tuh.” Ibunya menunjuk Arka yang langsung nyengir. “Arka bilang ke Mamah datengnya sorean aja, soalnya pada mau bikin acaranya sore.”
Hanan seketika menoleh pada Arka. “Berarti kamu udah tau Mamah bakal dateng dari kemaren?”
Arka mengangguk kecil. “Hehe, maaf, ya. Kan biar kejutan.”
Tanpa aba-aba Hanan menarik Arka dengan satu tangannya lalu dihujaninya wajah cowok itu dengan ciuman-ciuman kecil. Biru dan Bintang sontak melotot menyaksikan aksinya. Bisa-bisanya Hanan melakukan itu di depan mata ibunya. Tetapi wanita itu hanya tertawa kecil sambil menggeleng.
“Udah biasa, kan, dia kayak gitu?” tanya wanita itu pada Biru dan Bintang.
“I- Iya, Tante,” jawab Biru kaku. “Biasa banget.”
“Siapa lagi yang mau gue cium? Sini, gue cium kalian semua!!!” seru Hanan, tatapannya hinggap pada dua temannya yang seketika merasa was-was.
“Heh, nggak, nggak! Nggak ada!!” protes Biru langsung. Ia menyembunyikan Bintang di balik punggungnya.
“Masa lo nggak mau gue cium, sih, Ru? Nyesel, loh!”
“Bangsat, Nan, diem nggak!!”
Secepat kilat Biru melarikan diri dari Hanan yang sudah memonyongkan bibirnya. Keduanya kejar-kejaran melompati meja, sofa, hingga mengitari seluruh ruangan. Bintang tampak prihatin melihat nasib pacarnya yang sedang diburu hewan liar.
“Kalian udah makan belom? Tante bawain makan tadi. Sekalian makan, yuk?”
Arka dan Bintang terpaksa meninggalkan pacar mereka yang masih bertarung untuk menikmati menu ulang tahun spesial dari ibu Hanan. Urusan perut memang pertama, yang lain bisa menunggu.