Juyeon mengekor di belakang Changmin yang sedang sibuk memilih buah untuk dimasukkan ke dalam kantong plastik. Cowok berparas manis itu terlihat serius memperhatikan buah mana yang kelihatannya ranum.

“Cowok lo pasti udah berlimpah makanan di rumahnya, nggak, sih? Nggak perlu beli banyak-banyak, lah,” celetuk Juyeon saat dilihatnya tangan Changmin yang tak berhenti memasukkan buah pir ke dalam kantong.

“Ya beda dong, Ju. Ini, kan, kayak tanda kasih kalo lo jenguk temen lo yang lagi sakit sambil bawain sesuatu,” jawab Changmin tenang, masih sibuk dengan kegiatannya.

“Kak Sangyeon suka banget buah pir, makanya mau gue bawain yang banyak,” tambah Changmin dengan senyum di bibirnya.

Juyeon hanya menanggapi dengan gumaman malas, tangannya yang terlipat di depan dada lalu terulur untuk menunjuk deretan buah yang tersusun di tempat tak jauh dari hadapannya.

“Kalo gue sukanya yang itu, tuh. Jambu air. Sama jambu biji.”

“Oh, iya?” Changmin menoleh sekilas ke arah Juyeon. “Gue juga suka jambu air. Di rumah gue ada pohonnya.”

“Serius? Mau dong kapan-kapan main ke rumah lo.” Juyeon kembali mengikuti langkah Changmin yang kini sudah beralih menuju kasir.

“Yakin? Rumah gue pelosok banget, loh. Kak Sangyeon aja belom pernah ke sana.”

Hela napas yang dihembuskan Juyeon cukup kentara. Tiba-tiba dirinya merasa mangkel.

“Emang kenapa kalo dia belom pernah ke rumah lo? Kan, nggak ada hubungannya sama gue?”

Kesal yang tersirat dari nada bicara Juyeon langsung tertangkap oleh Changmin. Dirinya langsung terdiam mengamati barang yang dibelinya dihitung harganya oleh petugas kasir. Setelah memberikan sejumlah uang dan mengucapkan terimakasih, keduanya lalu keluar dari kios buah itu.

“Ju,” panggil Changmin sesaat setelah ia memasang helm di kepalanya, membuat Juyeon yang sudah bersiap di atas motor menoleh ke arahnya.

“Hm?”

“Lo... beneran nggak apa-apa kayak gini?”

Juyeon mengerutkan keningnya bingung. “Maksudnya?”

“Ya- kayak gini.” Changmin menggerakkan tangannya untuk memberikan isyarat mengenai hubungan mereka berdua. “Juyeon, gue nggak bisa ngasih apa-apa.”

“Gue juga nggak minta apa-apa, kok,” sahut Juyeon.

“Ju...” panggil Changmin lagi, tidak puas dengan tanggapan yang Juyeon berikan.

Kali ini Juyeon benar-benar memutar badannya untuk sepenuhnya menghadap Changmin, menatap tepat pada sepasang manik mata cowok yang amat sangat disukainya itu.

“Lo udah suka sama gue belum?” tanya Juyeon tiba-tiba.

Changmin seketika mendesah pelan seiring bahunya yang merosot turun. “Jangan nanya kayak gitu.”

“Oke, nggak masalah,” ujar Juyeon enteng. “Sebagai gantinya lo juga udah nggak perlu nanyain masalah tadi lagi. Impas, kan?”


Changmin memutar kenop pintu perlahan setelah mengetuknya beberapa kali. Didorongnya daun pintu hingga dapat memberi celah bagi dirinya untuk masuk ke dalam ruangan berukuran cukup besar itu.

Senyumnya tanpa disadari merekah melihat seseorang yang sedang merebahkan dirinya di atas ranjang, tampak sibuk membaca sesuatu.

“Kak.” Changmin melangkah mendekati ranjang tempat Sangyeon beristirahat. Ia lalu menaruh seplastik buah pir yang tadi dibelinya di atas nakas.

Menyadari keberadaan Changmin, Sangyeon akhirnya menutup berkas yang sedang dibacanya. Wajahnya terlihat lebih tenang begitu ia melihat pacarnya yang sudah lama tidak sempat ditemuinya itu.

“Udah enakan belum badannya?” tanya Changmin sambil menyentuh dahi Sangyeon dengan punggung tangan. Masih terasa hangat.

“Aku nggak sakit. Cuma butuh istirahat aja,” kilah Sangyeon.

“Udah makan? Minum obat?”

“Udah.”

“Aku tadi bawain buah pir kesukaan kamu. Aku kupasin, ya?”

Changmin hampir beranjak dari sisi ranjang namun tangannya sudah lebih dulu ditahan hingga ia terpaksa terduduk lagi.

“Nanti aja. Kamu di sini dulu, aku pengen ngobrol,” ucap Sangyeon. “Kamu kemarin-kemarin ke mana aja? Lagi sibuk, ya?”

“Hm?” Changmin mengangkat alisnya sejenak karena tak disangkanya Sangyeon menyadari absennya beberapa minggu belakangan ini. “Lumayan lagi padet jadwalnya.”

Kebohongan pertama yang Changmin lontarkan pada Sangyeon tanpa sempat otaknya mempertimbangkan lebih dulu. Dirinya bahkan terkejut atas apa yang telah dilakukannya.

Kenapa ia berbohong?

Sangyeon menegakkan punggungnya hingga ia bisa menjangkau Changmin, mengusap lembut wajahnya dengan jemarinya. Kemudian suasana mulai menenggelamkan keduanya dalam lautan rasa rindu yang memaksa untuk bersatu. Changmin membiarkan dirinya direngkuh oleh dua lengan yang menariknya untuk semakin mendekat. Lalu yang tersisa hanyalah suara detik jarum jam yang mengiringi setiap kecupan lembut yang mendarat di bibir dan menghiasi seluruh wajah.


Juyeon terburu-buru menyeruput habis es tehnya begitu dilihatnya Changmin berjalan keluar dari pintu gerbang dengan langkah-langkah cepat menuju ke arah warung di mana ia menunggu Changmin tadi. Wajahnya terlihat tegang dan pucat, membuat Juyeon mulai berspekulasi tentang apa yang telah terjadi di dalam sana.

“Ju, ayo balik,” pinta Changmin pelan. Namun suaranya sangat jelas menyimpan getar.

Tanpa mengucap atau menanyakan apapun, Juyeon segera mengangguk lalu berjalan menuju motornya. Keduanya pergi meninggalkan komplek perumahan itu.

Bahkan hingga Juyeon telah menurunkan Changmin di depan kosnya pun, cowok itu tetap tak mengatakan sepatah kata pun untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

“Makasih, Ju. Gue- masuk dulu,” ucap Changmin singkat.

“Changmin!”

Seruan Juyeon mau tak mau membuat langkah Changmin menuju kamar kosnya terhenti. Ia membalikkan badan demi melihat ekspresi wajah Juyeon yang terlihat khawatir.

“Lo nggak papa?”

Entah itu reaksi khawatir yang diberikan atau karena itu adalah Juyeon, Changmin akhirnya menelan ludahnya dengan susah payah sebelum menggelengkan kepalanya kuat-kuat.

Dan pada saat itulah Juyeon memangkas habis jarak di antara keduanya untuk melingkupi keseluruhan raga Changmin dengan kedua lengannya, memeluknya erat-erat. Deru napas yang bersahutan seakan memberi sinyal bagi mereka bahwa mereka memang ditakdirkan bertemu untuk ini. Untuk saling ada, satu sama lain.

“Lo, tuh, kalo ada apa-apa ngomong,” desis Juyeon di balik rahangnya yang mengeras. “Bilang, lo butuh apa sekarang?”

Namun Changmin hanya bisa membenamkan wajahnya dalam-dalam, tangannya mencengkeram kuat bagian belakang pakaian Juyeon.

Patah hati terbesarnya baru saja terjadi.