“Mau makan di mana, Kak?” Changmin bertanya dengan semangat sambil memasang seatbelt-nya. Ia lalu menoleh pada Sangyeon yang berada di balik kemudi, belum menjawab.
“Kak?” panggil Changmin kali ini lebih hati-hati.
Sangyeon seperti tersadar dari lamunan. Ia mengulas senyum tipis yang sangat kentara dipaksakan. Diambilnya satu tangan Changmin untuk digenggam, membuat Changmin sedikit terkejut.
“Kemarin kenapa pulang duluan?” tanya Sangyeon tenang. “Aku bilang tunggu di situ, nanti aku susulin. Tapi kamu malah pulang nggak ngomong sama aku dulu.”
Changmin seketika bungkam, tak berani untuk menjawab.
“Changmin, kamu udah janji mau dateng. Terus kalo kamu tiba-tiba pulang kayak gitu, yang kena malu aku lagi. Aku yang ditanya-tanya.”
“Maaf, Kak...”
Sangyeon menghela napas berat. Wajah Changmin yang tadinya cerah kini sudah berubah murung dan dirinya merasa sedikit bersalah.
“Udah beberapa kali aku ngomong sama kamu. Kita nggak bisa pacaran yang kayak dulu lagi, kamu nggak bisa terus-terusan maksain kebiasaan kamu yang dulu ke aku. Ngirim bekal makan yang belum tentu aku buka, terus kemarin ngajakin nonton acara musik yang nggak jelas. Aku masih punya banyak hal penting yang perlu diurus, Changmin.”
Changmin menggigiti bibir bawahnya dengan perasaan yang campur aduk. Tiap kata yang meluncur dari mulut pacarnya itu seperti peluru yang melubangi hatinya tanpa ampun.
“Tanggung jawab aku, tuh, besar. Jadi tolong, jangan bersikap childish kayak kemarin lagi. Katanya kamu mau ngertiin aku?”
Sangyeon menyentuh sisi wajah Changmin agar cowok itu melihat ke arahnya. “Masih mau bareng-bareng sampe akhir, kan?”
Senyap untuk beberapa saat sebelum akhirnya Changmin menganggukkan kepalanya. Lagipula tidak ada yang bisa ia bantah untuk saat ini. Ia hanya perlu bertahan sedikit lebih lama. Atau begitu yang Changmin pikir.
“Nah, sekarang mau makan apa? Kamu yang pilih.” tanya Sangyeon kemudian setelah mengusap pelan puncak kepala Changmin.
Namun Changmin sudah kehilangan selera makannya.