Menit demi menit terlewat tanpa ada yang memecah suara. Hanya Sangyeon yang masih setia menunggu Changmin untuk mengucap sesuatu. Saat pacarnya itu tak kunjung membuka mulut, Sangyeon berdecak pelan sebelum mendekatkan wajahnya pada Changmin.
“Mau ngomong apa nggak?” desak Sangyeon. “Kalo kamu nangis terus begini, sampe besok juga nggak bakal selesai.”
Changmin semakin menautkan kesepuluh jarinya lantaran rasa takut dan sesak yang memenuhi dadanya. Ia mencoba membuka mulutnya untuk melontarkan kalimat meskipun dengan volume suara yang amat pelan.
“Aku udah bilang... aku mau putus...”
“Iya, aku tau.” Sangyeon menyahut dengan cepat, membuat tubuh Changmin tersentak kecil tiap kali cowok itu meninggikan suaranya. “Terus aku tanya alasannya apa? Dari tadi aku mau denger jawabannya dari kamu.”
Entah mengapa rasanya begitu susah untuk mengucapkannya. Mungkin akan terasa sangat sakit saat Changmin berhasil melontarkannya dan menangkap sekilas reaksi dari Sangyeon yang akan membenarkan semuanya. Changmin takut menerima kenyataan di depan matanya sendiri.
“Kalo kamu nggak bisa jawab berarti kamu sendiri nggak yakin. I won't take this seriously if you take back what you said. Kamu masih sayang sama aku, kan? Hm?”
Changmin terisak lagi ketika Sangyeon mengelus pipinya lembut.
“You're cheating on me.“
Tangan Sangyeon yang bergerak untuk mengelus pipi Changmin seketika terhenti. Ia menghela napas pendek menunjukkan rasa kesalnya atas tuduhan yang tiba-tiba dilemparkan padanya.
“Ngomong sekali lagi,” perintah Sangyeon.
“Kakak... punya pacar selain aku...” ucap Changmin terbata-bata.
Brakkk!!!
Suara benda-benda yang terjatuh ke lantai lantaran tangan Sangyeon yang menyapu seluruh permukaan meja dengan cepat. Beberapa hampir mengenai Changmin jika ia tak segera menghindar.
“Lancang banget kamu ngomong kayak gitu!?” bentak Sangyeon. “Kamu pikir pantes nuduh Kakak sembarangan??”
Changmin menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Menangis keras di sana.
“Aku selingkuh?” sindir Sangyeon tajam. “Sama siapa, Changmin? Bukannya kamu yang selingkuh terang-terangan sama Juyeon?”
“Kak Jacob!!” Changmin akhirnya memekik kencang. Sesak di dadanya tak dapat ditahannya lagi. Sesak yang harus ditanggungnya sendiri selama beberapa tahun ini.
Sangyeon berdecak keras atas satu nama yang terucap dari mulut Changmin. Secepat kilat ia menarik tangan Changmin agar terbebas dari menutupi wajahnya, dicengkramnya kuat-kuat.
“Udah berapa kali, sih, aku bilang sama kamu kalo Jacob itu partner kerja aku? Sampe bosen aku bilangnya! Kamu nuduh kayak gitu padahal kamu nggak punya bukti, kan!?”
Changmin berusaha meloloskan tangannya yang masih ditahan dengan kuat, namun usahanya gagal. Isakannya semakin menjadi.
“Sebutin! Sebutin kenapa kamu bisa ngira aku selingkuh sama Jacob?” lontar Sangyeon nyaring, cengkramannya menguat.
“Kak- sakit...” lirih Changmin. Satu tangannya berusaha melepas genggaman kuat tangan Sangyeon pada pergelangan tangannya.
“Kasih tau aku dulu alesannya,” desak Sangyeon. “Atau nggak bakal aku lepasin.”
Changmin menggelengkan kepalanya pelan. “Mama Kakak selalu ngomongin Kak Jacob di depanku, dia pasti lebih pengen Kakak jadinya sama Kak Jacob. Bukan sama aku. Kakak juga sering salah nyebut namaku, Kakak bilang itu nggak sengaja. Tapi sebenernya itu karena Kakak udah kebiasa sama Kak Jacob, kan?”
Rahang Sangyeon mengeras seiring kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut Changmin. Sepasang matanya mulai memerah.
“Kalo Kakak udah nggak sayang sama aku,” lanjut Changmin. “Kenapa masih pacaran sama aku?”
Mengucapkannya sama saja memberi torehan luka pada hatinya sendiri. Namun Changmin tidak bisa lagi terus menutup mata. Mungkin memang sudah lama Changmin kehilangan Sangyeon, dan ia terlambat untuk menyadarinya. Ia terlambat untuk mengakuinya.
Suara gedoran pintu yang keras berkali-kali membuat keduanya menolehkan kepalanya cepat ke arah pintu kamar Changmin yang dikunci dari dalam.
“Buka pintunya, Changmin! Ini gue.”
Jantung Changmin rasanya memompa berkali lipat lebih cepat saat ia mengenali suara itu. Kenapa cowok itu kemari?
“Itu siapa?” desis Sangyeon melihat perubahan pada raut wajah Changmin.
Changmin menggelengkan kepalanya kuat-kuat.
“Suruh dia pergi,” perintah Sangyeon lantas melepaskan cekalan tangannya. Terburu-buru Changmin bangkit menuju pintu untuk membukanya.
“Ju-” Rupanya tak hanya Juyeon namun juga Sunwoo sudah ada di depan pintu kamarnya. Changmin melebarkan matanya resah.
Tanpa meminta izin pemilik kamar, Juyeon membuka daun pintu lebar-lebar dan merangsek masuk. Ia menemukan Sangyeon yang sudah berdiri di sudut dengan tatapan yang menyimpan murka melihat siapa yang datang.
Tanpa aba-aba, satu pukulan kencang menghantam bagian depan wajah Sangyeon hingga cowok itu terhuyung dan menabrak tembok di belakangnya.
“Juyeon!” pekik Changmin keras. Ia menutup mulutnya dengan sebelah tangan tak menyangka atas aksi yang baru saja dilakukan cowok itu dengan nekat. Changmin hampir melangkahkan kakinya untuk menghampiri mereka berdua saat dirinya ditahan oleh Sunwoo.
“Kak, jangan ke sana. Biarin aja.”
Pukulan yang diayunkan Juyeon rupanya cukup kencang hingga darah segar menetes dari hidung Sangyeon, segera diseka dengan kasar sembari dirinya bangkit dan sebelum Juyeon sempat membaca gerak-geriknya cowok itu langsung membalasnya dengan hantaman kuat yang mengenai rahang.
Tidak hanya sekali, dua kali, tiga kali. Berkali-kali. Juyeon tersungkur di lantai sambil berusaha melindungi kepalanya dengan lengan.
“Kak, udah!” Changmin akhirnya berlari menghampiri Sangyeon dan menahan tangannya kuat-kuat agar tak lagi memukuli Juyeon.
Sangyeon berbalik menatap Changmin dengan matanya yang nyalang. “Kamu yang nyuruh dia ke sini!?”
“Nggak, Kak... Udah... Juyeon nggak salah apa-apa, jangan dipukul lagi...” pinta Changmin sungguh-sungguh.
Sunwoo menarik Juyeon hingga bangkit dan menopangnya berdiri sebelum Sangyeon kembali menyerangnya. Yang dibantu berdiri serta-merta membebaskan dirinya, kembali mendekat pada Sangyeon dan menatap wajahnya lekat-lekat.
“Lo lepasin Changmin,” bisik Juyeon rendah. “Atau gue nggak segan ngabisin lo di sini juga.”
“Juyeon!” Sekuat tenaga Changmin mendorong Juyeon mundur. “Ini urusan gue sama Kak Sangyeon. Lo nggak usah ikut campur!”
Juyeon berusaha menetralkan emosinya, suaranya melunak saat ia bertanya pada Changmin. “Lo nggak papa? Lo diapain aja sama dia?”
“Gue nggak papa,” jawab Changmin cepat. “Lo balik aja, please...”
Tubuh Changmin terdorong ke samping seiring Sangyeon yang melangkah semakin dekat ke arah Juyeon. Changmin tahu cowok itu sudah sangat marah dan ia tidak mau Juyeon menjadi sasarannya. Tapi Juyeon benar-benar keras kepala.
“Apa?” tantang Juyeon. “Lo denger nggak, tadi? Lepasin Changmin. Cheater motherfucker.“
Kening Sangyeon seketika berkerut dalam mendengar umpatan yang dilemparkan Juyeon.
“Bilang apa kamu!?”
Juyeon segera menyenggol Sunwoo untuk mengeluarkan ponselnya. Gelagapan Sunwoo merogoh ponselnya dari saku belakang celana lalu buru-buru dibukanya percakapan dengan pacarnya tempo hari.
“Pacar gue. Chanhee. Dia sepupunya Jacob,” ucap Sunwoo tegas sambil menunjukkan layar ponselnya pada Sangyeon. “Ring a bell?“
Juyeon tahu kemenangan ada di pihaknya saat ditangkapnya ekspresi Sangyeon yang sekilas menampilkan panik.
“Lo mungkin nggak kenal sama gue, Bang. Tapi lo pasti kenal sama Chanhee, kan? Mau gue telfonin sekarang?”
Sangyeon menguatkan rahangnya, giginya bergemeretak menahan amarah yang semakin membumbung di dadanya. Ia sangat mengenal Chanhee. Beberapa kali ia pergi bersama Jacob ia pasti sempat bertemu sepupunya itu dan akhirnya Jacob mengenalkannya juga.
“Changmin, aku nggak ada apa-apa sama Jacob. Percaya sama aku.” Sangyeon tiba-tiba berusaha meyakinkan Changmin yang tentu saja sudah kehilangan kepercayaannya, hanya bisa menatap Sangyeon dengan pilu di matanya.
“Buruan cabut dari sini dan jangan pernah gangguin Changmin lagi. Atau gue panggil Chanhee sekarang juga ke sini,” ancam Juyeon.
Merasa situasinya tidak menguntungkan, Sangyeon akhirnya memilih untuk tidak membela dirinya lebih lanjut. Sebagai gantinya ia berbisik tajam pada Juyeon tepat pada satu telinganya.
“Saya tutup permanen studio latihan kamu. Dan saya bakal pastiin karir band kamu hancur.”
Setelah mengucapkan itu, Sangyeon menoleh ke arah Changmin sekali lagi sebelum benar-benar pergi meninggalkan kos Changmin. Helaan napas dihembuskan oleh ketiga orang yang masih tersisa di dalam kamar.
Changmin seketika ambruk ke lantai lantaran badannya yang terasa lemas seperti nyawanya dicabut paksa. Ia kemudian ditarik ke dalam kungkungan dua lengan Juyeon yang terus-terusan mengusap punggungnya dan menciumi puncak kepalanya.
“It's over... It's all okay now...“