Miniskirt


Sepertinya Biru sudah gila ketika ia tancap gas menuju rumah Bintang yang baru saja ditinggalkannya tak lebih dari lima belas menit yang lalu. Ia sendiri tak percaya bagaimana sebuah foto yang dikirim pacarnya melalui chat itu menggerakkan dirinya begitu saja.

Hingga Biru sampai dan disambut oleh wajah penuh tanda tanya Bintang, cowok itu baru sadar ia tak memiliki alasan yang masuk akal.

“Kamu beneran ke sini? Ngapain bolak-balik, ya ampun.”

“Rok yang tadi mana?”

“Tuh, aku lipet rapi. Udah hampir aku paketin ke rumah kamu.”

Biru menatap rok warna hitam yang sudah terlipat rapi di atas ranjang. Foto Bintang memakai rok itu kembali terlintas dalam kepalanya.

Biru bukannya tak memiliki alasan masuk akal untuk tancap gas dalam waktu secepat itu. Justru Biru dapat menciptakan satu alasan yang benar-benar masuk akal.

“Rok yang ini nggak jadi dipake sama Cinta tadi, karena aku pikir terlalu pendek buat dia.”

Biru menghampiri ranjang dan mengambil rok hitam itu, menggantungnya di udara. Tangannya lalu turun untuk mengepaskannya pada Bintang yang masih berdiri beberapa meter darinya.

“Abin.”

“Hmm?”

“Boleh pake ini lagi, nggak?”

Bintang melebarkan mata. Kaget, sudah pasti. Dikiranya Biru langsung datang ke rumahnya untuk menyelamatkan rok itu dari tangan Bintang, tapi cowok ini malah menyuruhnya memakai lagi.

“Buat apa?” tanya Bintang heran. “Kamu mau aku jadi modelnya?”

Biru terdiam sejenak. Cowok itu tampak benar-benar mempertimbangkan ucapan Bintang hingga membuat pacarnya langsung panik.

“Biru, enggak kan?”

“Boleh coba pake dulu? Please?”

Bintang tidak bisa menolak kalau Biru sudah memohon dengan suara lembut dan senyum yang seolah membuat Bintang sangat berdosa kalau tak memenuhi. Diraihnya rok hitam yang super pendek itu dari tangan Biru lalu berjalan ke sudut kamar.

“Jangan liat,” larang Bintang.

Biru hanya mengangguk walaupun rasanya lucu karena ia sudah melihat jauh lebih banyak daripada itu.

Bintang segera mengganti celananya dengan rok yang bahkan tak menutupi setengah pahanya itu. Tiba-tiba ia disergap rasa malu. Padahal beberapa waktu lalu ia bahkan tak berpikir panjang untuk mengirim fotonya memakai rok itu pada Biru.

Ketika Bintang berbalik, Biru sedang sibuk mengutak-atik kameranya. Pelan ia melangkah ke hadapan Biru.

“Udah.”

Bintang melewatkan tarikan napas cepat yang diambil Biru ketika cowok itu mendongak karena dirinya terlalu sibuk mengatasi rasa malunya. Biru tak segera mengucap apapun, hanya mengangguk pelan.

“Mau ngapain??” bisik Bintang gemas karena Biru terus memandangi dirinya saja.

“Berdiri di situ, deh,” pinta Biru, menunjuk satu titik dalam ruang kamar Bintang. Meski ragu, Bintang tetap mengikuti perintah Biru.

Biru mulai mengangkat kameranya dan membidikkan lensanya ke arah Bintang.

Klik.

Klik. Klik.

Klik. Klik. Klik. Klik. Klik.

“Ru, bentar, bentar,” sela Bintang di antara suara kamera yang mulai ramai. “Kenapa ambil banyak-banyak? Beneran aku yang mau dijadiin model? Jangan ngaco, ah!”

Biru mengecek hasil jepretannya di kamera. Senyum tipis muncul di wajahnya sebelum ia meletakkan benda itu di atas ranjang.

“Nggak, kok,” tenangnya. “Sini, Bin.”

Bintang menghampiri Biru yang terduduk di tepi ranjangnya. Cowok itu menyentuh pelan rok mini yang dipakai Bintang sebelum berucap.

“Nggak mungkin, lah, aku biarin orang lain liat kamu pake sesuatu yang cuma boleh diliat sama aku.”

Biru menarik pacarnya hingga terduduk di pangkuannya. Satu tangannya memeluk pinggang Bintang sementara tangan yang lain jatuh pada pahanya, mengusapnya pelan.

“Siapa yang nyuruh kamu kirim foto kayak tadi, sih? Hm? Idenya siapa?”

Bintang menelan ludah. Baru tersadar bahwa ulahnya telah menimbulkan kekacauan dalam diri pacarnya.

“Nggak ada. Iseng.”

“Iseng? Mau ngerjain aku?”

“Enggakkk,” rengek Bintang manja. Dibenamkannya wajahnya yang mulai memanas di leher Biru. “Cuma iseng nyobain aja.”

“Iseng kamu bikin aku pusing tau, nggak?” omel Biru. Tangannya yang tak henti mengelus paha Bintang mulai menyusup ke balik rok.

Bintang dapat merasakan ada yang mengeras di antara kedua kaki Biru. Kalau begini pengennya Bintang menggesekkan dirinya saja.

“Biru…” bisik Bintang lirih tepat di dekat telinganya. “Are you really that hard seeing me in a skirt?”

“Jangan pura-pura nggak tau,” balas Biru dengan bisikan.

Bintang menahan senyumnya. Tapi ia memang tidak tahu.

Napas Biru terasa berat ketika serat kain itu mulai bergesekan. Merutuki Bintang yang sengaja bergerak di pangkuannya. Tangan Biru masih hinggap di permukaan kulit yang tersembunyi di balik rok, merasakan temperaturnya yang semakin hangat.

“Bintang, wait. We're not gonna do it this way.

Biru sudah menebak Bintang pasti akan protes.

“Mau gimanaaa?” keluh Bintang dengan bibirnya yang mengerucut. Biru mencium cemberutnya cepat sebelum merebahkan Bintang ke atas ranjang.

Setelah membiarkan celana dalam Bintang menggantung di pergelangan kakinya, Biru mendorong kedua kaki Bintang hingga telapaknya berpijak ke permukaan ranjang. Bintang melebarkan matanya ketika Biru tiba-tiba menenggelamkan kepalanya ke balik rok hitam dan mulai menciumi bagian dalam pahanya.

Biru mencumbu, mengelus, membasahi paha Bintang seakan ia memujanya. Cowok itu menjelajahi tiap inci paha Bintang tanpa menyentuh yang ada di antaranya sementara hal itu minta diberi perhatian.

Cute.” Biru melihat yang kemerahan mulai naik sementara ujungnya meneteskan cairan bening. “Kok bisa segemes ini, sih?”

Bintang mengejang ketika bibir Biru menyentuh miliknya barang sepersekian detik saja.

“Biruu…” keluh Bintang malu.

Reaksi spontan membuat kedua paha Bintang menjepit kepala Biru di sana. Kesempatan itu digunakan Biru untuk memberikan apa yang dibutuhkan oleh sesuatu di antara paha Bintang. Ketika hangat dan basah mulai menyelimuti sesuatu di bawah sana, napas Bintang terhenti. Lidah Biru menyentuh sana-sini dan Bintang rasanya ingin mati saat lidah itu menekan ujungnya.

“Hnn- Biru-” rengek Bintang yang dibalas dengan gumaman. Semakin membuat tubuh Bintang mengejang keenakan.

Kepala Biru muncul dari balik rok, hanya memperlihatkan sepasang mata yang menatap dalam pada Bintang. Tatapannya tak lepas sembari ia bergerak mendekati wajah Bintang dan mencium bibirnya.

Satu hal yang Bintang selalu suka dari Biru. Caranya mencium begitu lembut, membuat Bintang merasa sangat disayang.

Tangan Bintang merengkuh leher Biru selama bibir mereka menyatu, menahannya agar tak lepas. Begitu hanyut dirinya dalam ciuman yang memabukkan itu hingga ia terlambat menyadari Biru telah membebaskan miliknya yang mengeras dan mulai menggesekkannya pada Bintang.

Lenguhan muncul dari bibir Bintang begitu ciuman itu lepas. Biru mengganti targetnya. Leher Bintang.

“Biru, nanti roknya kotor,” ucap Bintang di antara deru napasnya.

“Nggak papa.”

“Nanti harus dibalikin ke ibu kamu.”

“Harusnya dari awal jangan kamu pake.”

Sindiran halus itu seketika membuat Bintang tak berkutik. Ia yang membuat Biru jadi seperti ini dan ia harus bertanggung jawab.

Gesekan itu terasa semakin dalam dan putus asa. Bintang mengetatkan pelukannya sementara bibirnya tak henti mengeluarkan desahan pendek.

“Biru-”

Dengan satu tangannya yang lebar, Biru menangkup miliknya dan Bintang kemudian mengocoknya kuat. Kaki Bintang tak bisa diam hingga roknya tersibak, mengekspos keseluruhan pahanya. Biru mengumpat di balik napasnya yang mulai terengah.

Keduanya lepas hampir bersamaan. Cairannya membasahi rok hitam yang masih dipakai Bintang. Biru bangkit bertumpu pada kedua lututnya dan menikmati pemandangan di depan matanya. Bintang dengan wajahnya yang memerah dan kedua kakinya terbuka sementara rok mini yang melekat di pinggangnya telah ternoda oleh hasil kenikmatan keduanya.

Biru segera melepas rok itu dari Bintang sebelum dirinya mulai terangsang lagi. Karena ia tidak bisa melakukan lebih dari ini. Setidaknya bukan sekarang dan di sini.

Ketika Biru telah menggantikannya dengan sepasang celana untuk Bintang, ia kembali menciumi wajah pacarnya sambil membisikkan sesuatu.

“Lain kali kalo mau iseng kayak tadi, bilang dulu ke aku. Biar aku bisa persiapan. Oke?”