mungkin karena hanya diselenggarakan selama tiga hari, pameran buku itu ramai oleh pengunjung. beberapa harus rela menerobos kerumunan yang berdiam di sekitar tumpukan buku.
juyeon berulang kali harus menoleh ke belakang, memastikan changmin masih berada di jangkauannya. ia hampir mengulurkan tangannya namun urung dilakukan. beberapa remaja di depan juyeon berhenti tiba-tiba, membuat juyeon terpaksa menghentikan langkahnya mendadak. ia menoleh lagi saat merasa punggungnya ditabrak seseorang.
“sori,” ucap changmin pelan.
juyeon hanya menganggukkan kepalanya sebelum melangkah lagi. kali ini ia dapat merasakan sesuatu menahannya di belakang. changmin menggenggam ujung jaketnya.
ㅡ
“adek lo lagi suka baca apa?” tanya changmin saat mereka akhirnya berhasil sampai di deretan rak buku.
“hmm, dia lagi tertarik sama puisi, sih.”
“sapardi?”
juyeon tersenyum. “kalo itu- gue yang suka, kan?”
changmin mengerjapkan matanya. lupa kalau yang ia sebutkan adalah pengarang puisi favorit juyeon dulu, yang tiap hari bukunya juyeon simpan di dalam tas dan dibacanya saat ada waktu luang. changmin juga kadang-kadang ikut mengintip dan juyeon akhirnya membiarkan changmin ikut membaca.
“ya, dia juga suka kok. dia baca karya siapa aja,” tambah juyeon. “ke sana, yuk.”
juyeon mengajak changmin ke rak buku-buku sastra. sembari melihat-lihat buku, mata changmin menangkap gantungan kunci berbentuk bunga matahari yang tergantung di bagian samping tas juyeon.
itu pemberian darinya saat ulang tahun juyeon beberapa tahun silam.
kenapa masih lo simpen, ju?
ㅡ
berjam-jam mereka habiskan untuk mencari buku sebagai hadiah ulang tahun adik juyeon, juga melihat-lihat buku keluaran terbaru yang belum pernah changmin lihat selama ia bekerja di penerbitan.
“mau mampir makan dulu, nggak?” tanya juyeon saat ia sudah mendapatkan buku kumpulan puisi untuk adiknya.
changmin mengecek jam di ponselnya. “hmm, boleh sih.”
“lo udah bilang sama pacar lo, kan?”
“hah?” changmin mengangkat wajahnya. “udah...”
“ya udah, yuk.”
changmin mengangguk pelan, memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas.
“lo masih suka ayam geprek, kan?” tanya juyeon saat mereka tiba di warung ayam tidak jauh dari tempat pameran buku.
changmin mendengus geli mendengar pertanyaan juyeon. “lo kira gue bisa tiba-tiba berubah selera.”
juyeon tertawa. “siapa tau aja.”
mereka mengambil tempat duduk setelah memesan dua porsi ayam geprek dan dua gelas es teh. sembari menunggu pesanan mereka datang, changmin mengeluarkan buku yang sempat dibelinya tadi.
“lo jadi beli buku apa?”
changmin menunjukkan sampul buku fiksi yang dibelinya pada juyeon.
“oh, gue pernah baca. itu bagus.”
“semua buku kayaknya udah pernah lo baca, deh,” celetuk changmin, mulai membuka halaman pertama bukunya.
juyeon mengamati changmin dengan senyum tipis. kalau hari ini tiga tahun lalu, pasti ia sudah berbagi bangku dengan lelaki manis di hadapannya. membaca buku bersama.
“gue kangen.”
dua patah kata yang terlontar dari mulut juyeon terdengar samar juga jelas di tengah hiruk pikuk manusia di warung ayam itu. changmin terdiam menatap halaman bukunya, berharap ia hanya salah dengar. atau sekedar khayalannya saja.
“gue kangen- ngobrol gini sama lo,” sambung juyeon. “dulu tiap selesai kelas, gue jemput lo terus langsung ke warung ayam geprek. kayak hampir tiap hari haha.”
hati changmin mencelos mendengar kalimat juyeon. ini bukan percakapan yang diinginkannya.
“terus inget, nggak? tiap lo lagi pengen bolos kelas tapi gue masih ada kelas. lo nungguin di kantin fakultas gue, pas gue dateng lo udah pasang tampang jelek sambil ngabisin jus jambu.” juyeon tersenyum mengingat bagaimana mereka berdua menjalani hari-hari saat kuliah. “chanhee kadang marahin gue gara-gara nurutin lo bolos kelas. tapi pasti lo nggak tau. terus kevin yang suka ngasih tau chanhee buat ngebiarin lo soalnya dia tau kalo lo kadang butuh buat bolos.”
changmin menggigit bibir bawahnya yang bergetar, matanya sudah dilapisi air mata yang siap tumpah.
“ju...” panggilannya tak terdengar saat pesanan mereka datang di saat yang bersamaan.
changmin hanya ingin bilang,
ju, semuanya udah kelewat. semua memori yang ada di pikiran lo sekarang, semuanya jadi memori buruk buat gue. tolong berhenti.