“Sampe jam berapa?” Changmin berbicara melalui ponsel yang diapit oleh kepala dan bahunya. “Ya udah, aku tunggu di taman baca aja, ya? Iya, ini aku lagi di sini. He em, hati-hati… Eh, bentar! Sekalian nitip beliin pampers ya, Ju? Tadi aku lupa bawa cadangan dari rumah. Makasihhh!”

Sebelum Changmin sempat memutus sambungan, sepasang tangan mungil berusaha meraih ponsel itu dari Changmin.

“Adek mau ngomong sama Papa Juyo?” tanya Changmin dengan senyum yang merekah lebar. Seorang anak laki-laki dengan mata bulat sempurna dan pipi tembam bersemu merah itu mengangguk-angguk dalam gendongan Changmin. Segera Changmin meletakkan ponselnya di salah satu telinga mungilnya.

“Papa… Papa…” celoteh anak itu. Tangannya mulai menepuk dengan semangat saat seseorang di seberang sana menjawab panggilannya.

“Minnie, lagi di taman baca sama Papa Camin, ya?” tanya Juyeon.

“Iya, Papa.” Changmin berbisik pelan agar anak itu dapat menirukannya.

“Pa… Ya… Minnie… Main… Papa!”

“Minnie mau main sama Papa nanti?” tanya Juyeon lagi, berusaha menangkap maksud dari anak yang usianya sebentar lagi menginjak angka dua itu.

“Main… Papa… Minnie… Camin…”

Changmin tidak dapat menahan tawanya mendengar celotehan anaknya yang masih berusaha merangkai kalimat itu. Diciuminya pipi gembulnya hingga anak itu merengek minta dibebaskan dari gendongan.

“Iya, nanti Minnie main sama Papa Juyo, sama Papa Camin, ya? Tungguin Papa Juyo ke situ, ya?”

Anak yang diberi nama Minyeon itu mengangguk-angguk dengan semangat meskipun Juyeon tidak dapat melihatnya. Sesaat kemudian Changmin mengakhiri sambungannya dan membawa Minyeon ke ruang bermain yang saat itu tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa anak berumur enam tahun yang membawa buku untuk dibaca di ruangan itu.

Changmin menurunkan Minyeon hingga anak itu dapat duduk di kursi kecil sementara dirinya mendudukkan diri di atas karpet berhadapan dengan Minyeon yang langsung sibuk membuka-buka halaman buku untuk melihat gambar yang menarik perhatiannya. Melihat anak itu membuat Changmin teringat akan dirinya saat ia masih kecil dulu. Sama-sama pemalu dan lebih banyak diam jika berada di tengah-tengah banyak orang asing. Tetapi ketertarikannya dengan buku sangat mirip dengan Juyeon. Pertama kali mereka membawanya ke taman baca, anak itu meminta untuk diambilkan berbagai macam buku dan bisa menghabiskan waktu berlama-lama hanya untuk melihat tiap lembaran bukunya. Sejak saat itu Minyeon minta hampir setiap hari untuk berkunjung ke taman baca. Kadang-kadang beberapa anak yang menjadi pengunjung tetap di taman baca itu ikut menjaga Minyeon dan senang sekali tiap Minyeon datang. Mereka akan berseru “Minyeonnie, Minyeonnie!” dan Minyeon akan menatap mereka dengan tatapannya yang lucu sembari berucap pelan “Minnie…”.

Memiliki Minyeon setelah mengikat janji dengan Juyeon dua tahun lalu selalu membuat Changmin ingin terus-menerus bersyukur. Mungkin beberapa tahun sebelumnya Changmin tidak pernah atau bahkan tidak memiliki nyali untuk sekedar membayangkan hidup bersama Juyeon. Mungkin ia akan memaksakan diri berakhir dengan Younghoon, mungkin ia akan memilih untuk hidup sendiri. Namun Juyeon datang kembali untuk memperjuangkan hubungan mereka yang harus terhenti di tengah jalan, Juyeon tidak menyerah hingga kini mereka tak hanya menjalani hidup berdua. Hadirnya Minyeon melengkapi kebahagiaan Changmin yang sebenarnya sudah lebih dari cukup.

“Papa…”

Changmin mengerjapkan matanya saat ia merasakan sentuhan pada wajahnya. Minyeon ternyata sudah berdiri tepat di hadapannya. Wajahnya terlihat khawatir.

“Papa…”

Changmin baru sadar dirinya telah membiarkan butir air mata lolos membasahi wajahnya. Buru-buru disekanya dengan telapak tangan. Kemudian dipeluknya Minyeon hingga anak itu tenggelam dalam dekapannya.

“Akit…?” tanya Minyeon pelan.

“Nggak, Sayang. Papa nggak sakit,” jawab Changmin menenangkan Minyeon yang rupanya sangat mengkhawatirkan keadaannya. “Papa seneng ada Minnie di sini sekarang.”

“Minnie…?”

“Iyaa, Minnie udah bikin Papa Juyo sama Papa Camin seneng. Makasih, ya?”

Minyeon meloncat-loncat kecil dalam pelukan Changmin, membuat lelaki itu akhirnya memecah tawa. Anak itu selalu dapat membawa bahagia untuknya yang tidak bisa digantikan oleh apapun.

“Kak, suami lu udah dateng, tuh!”

Suara seseorang di pintu mengalihkan perhatian Changmin. Ia kembali menggendong Minyeon dan melangkah menuju pintu.

“Gantian jaga di sini ya, Nu?” pinta Changmin pada cowok yang memberitahu kedatangan Juyeon itu.

“Oke!” sahut Sunwoo sebelum kemudian mengulurkan sebelah tangannya untuk menoel kepala Minyeon. “Minyeon Minyeon bantetttt~ Minyeon bantet bantettt~”

“Aaaaaaa!!!!!” teriak Minyeon sambil berusaha melayangkan tangan pendeknya untuk menyerang Sunwoo yang sukses berkelit sembari tertawa puas.

“Nu, ah! Kalo Minyeon nangis, lo yang gue suruh gendong sampe dia diem,” ancam Changmin. Sunwoo masih terkekeh sambil sesekali menjulurkan lidahnya pada Minyeon yang menatapnya dengan kening berkerut tajam. Namun anak mungil itu tidak dapat membalas apa-apa sebab Changmin sudah melangkahkan kakinya menjauh dan membawanya serta untuk menemui Juyeon.

“Minnieee!!!” Seruan Juyeon membuat Minyeon secepat kilat menolehkan kepalanya ke arah sumber suara dan ekspresi marahnya yang sebelumnya ditujukan pada Sunwoo seketika berganti dengan senyum lebar.

Juyeon mengambil alih Minyeon dari gendongan Changmin lalu mulai menyerang wajah anak laki-lakinya itu dengan ciuman-ciuman singkat. Minyeon tertawa sambil berusaha menjauhkan kepalanya dari lelaki itu.

“Paa! Papa!” Tangan Minyeon terulur untuk menahan wajah Juyeon agar tak lagi mendekat. “Papa… Camin… Akit…”

Juyeon mengangkat alisnya mendengar celoteh dari anaknya. “Siapa yang sakit?”

Minyeon mengarahkan telunjuknya pada Changmin, membuat Juyeon seketika mendekatkan dirinya pada Changmin lalu mengelus kepalanya dengan lembut.

“Kamu sakit?”

Changmin buru-buru menggeleng. “Enggaa-”

“Papa! Ais…. Huhuhu…” Minyeon menirukan suara tangis untuk menunjukkan bahwa ia melihat Changmin yang sedang menangis tadi.

Juyeon kembali memperhatikan Changmin, kali ini ada gurat kekhawatiran dalam ekspresi wajahnya. “Changmin, kamu nangis? Kenapa?”

Changmin tersenyum dalam hela napasnya. Ia meraih satu tangan Juyeon dan menggenggamnya untuk meyakinkannya bahwa ia baik-baik saja.

“Tadi aku lagi keinget sama sesuatu aja. Jadi nangis, deh, diliat sama Minyeon.” Changmin buru-buru menambahkan. “Nangis bahagiaaa bukan nangis sedih!”

“Bener?” Juyeon masih mencoba memastikan. Ia hanya khawatir Changmin menyimpan masalah untuk dirinya sendiri lantaran ia yang terlalu sibuk dengan pekerjaan sehingga tak tahu-menahu mengenai apa yang sedang dialami Changmin.

“Iyaaa!” Changmin berjinjit untuk memberikan satu kecupan singkat pada pipi Juyeon agar suaminya itu tidak khawatir lagi. Yang kemudian dibalas Juyeon dengan ciuman berkali-kali pada puncak kepalanya.

“Ju, Minyeon belum mau makan dari tadi siang, loh. Cuman makan sedikit.”

“Hayo, Minnie? Papa Juyo pesen apa tadi pagi? Harus makan sebelum main-main,” ucap Juyeon pada Minyeon yang langsung memasang wajah cemberut yang lucu. Bibirnya mengerucut membuat Juyeon tak kuasa menahan untuk menciumnya cepat.

“Disuapin Papa Juyo, ya? Nanti baru mainan lagi,” bujuk Changmin.

Meski kepala mungilnya masih terus bergoyang dan enggan untuk menjawab namun akhirnya Juyeon berhasil menyuapi Minyeon pelan-pelan. Ditemani oleh sebuah boneka hamster kesukaannya yang dulunya adalah milik Changmin.

Juyeon menggerakkan sendok di udara layaknya pesawat terbang sebelum mengarahkannya ke mulut Minyeon yang sudah terbuka lebar. Tiap anak itu berhasil melahap satu sendok, Juyeon akan menghadiahinya dengan satu cium yang mendarat di dahinya. Meskipun Changmin harus menahan tawa karena Minyeon terus-terusan mengelap dahinya setelah itu.

“Oh, iya, Ju. Tadi aku nitip pampers jadi kamu beliin?”

“Iya, itu aku taruh di meja.”

Changmin bangkit untuk membuka plastik yang diletakkan di atas meja dan matanya seketika melebar.

“Juyeonnn, ini mah pampers buat lansiaaa!!”

“Hah???”

“Kamu nggak liat bungkusnya ada gambar orang tua??”

“Yah, mana aku tau- kirain cuma logonya aja.”

“Aduuuh, masa Minyeon disuruh pake pampers lansia, sih!??”

“Paa! Papa!”

“Iya, iya ini mam lagi- syungggg pesawatnya datenggg!!”

“Minnie habis ini jangan berak dulu, ya?? Biar aku suruh Om Sunwoo beliin pampers buat kamu.”

“...Pa???”