sebenarnya eric sudah tidak ingat bagaimana tampang sunwoo, jadi ia akhirnya datang ke sini hanya sekedar gambling. ia bahkan tidak yakin kalau sunwoo masih bertahan di situ.
namun baru saja ia menginjakkan kaki di lokasi, matanya sudah menemukan seorang lelaki yang duduk sendirian dengan dagu yang diletakkan di atas meja, bermain dengan ponselnya. eric perlu memastikan itu benar-benar sunwoo sebelum mendekatinya, jadi ia menghubungi nomor sunwoo dan melihat lelaki itu melebarkan matanya saat menerima panggilan dari eric.
“sunwoo.” eric sudah berdiri di depan sunwoo, memutus panggilan yang masih tersambung. kemudian memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya.
yang dipanggil terlihat kaget, karena kalau ditelusur lagi ini pertama kalinya ia bertemu dengan eric setelah berbulan-bulan yang lalu. he's obviously nervous.
“eh, ric. gue kira lo nggak jadi ke sini.”
tapi wajahnya tak bisa menyembunyikan sirat bahagia, eric jadi sedikit merasa bersalah. ia mengambil tempat untuk duduk di hadapan sunwoo.
“iya. sori ya, gue pikir lo nggak bakal beneran ke sini abis kemarin gue nggak dateng.”
“kan gue mau ketemu lo, sama ngasih ini.” sunwoo mengambil bungkusan rapi dari dalam tasnya, memberikannya pada eric.
eric menerima bungkusan tipis yang ia yakini berisi kemeja sebagai ganti kemejanya dulu yang terkena kuah bakso. ia tertawa geli dalam hati. ada ada aja sih nih orang.
“thanks.”
sunwoo mengangguk singkat. tidak ada percakapan lagi di antara keduanya, jadi sunwoo dengan canggung angkat bicara.
“lo nggak pesen minum?”
“hmm, lo cuma mau ngasih ini doang kan? gue mau langsung balik aja sih.”
jangan balik dulu! keluh sunwoo dalam hati tapi semua skenario percakapan yang sudah direncanakannya juga seakan lenyap dari ingatan. menangkap ekspresi sunwoo, eric menyeringai geli. akhirnya ia mendesah pelan, bangkit dari kursinya.
“ya udah tunggu, gue pesen dulu.”
“oh, oke.” sunwoo menjawab singkat. baru setelah eric berbalik, ia mengepalkan tangannya sambil berseru pelan.