Stage 5: Nyatain perasaan ke pacar orang
“Nih.” Juyeon menyodorkan satu buah es krim di tangannya pada Changmin yang sedang duduk menunggu di dekat motor Juyeon yang terparkir di depan minimarket.
“Thanks.” Changmin menerima es krim rasa vanila itu dari Juyeon sambil tersenyum.
Langit sudah berubah gelap saat Juyeon melipir sebentar ke minimarket karena Changmin tiba-tiba ingin makan es krim. Sebelumnya mereka sudah mengisi perut dengan makan mie ayam di warung tenda tidak jauh dari kos Juyeon.
“Tau, nggak? Kayaknya gue udah lama banget nggak nikmatin waktu begini,” celetuk Changmin.
Juyeon yang sedang fokus memakan es krimnya seketika menoleh dengan kening berkerut. “Kayak gimana maksudnya?”
Changmin merentangkan tangannya sekilas sembari mengangkat bahu. “Yaa, kayak gini. Keluar buat sekedar makan atau jalan-jalan sebentar. Nikmatin udara malem hari sambil naik motor. Makan es krim sambil liatin kendaraan lewat.”
“Soalnya lo biasa naik mobil ke mana-mana sama pacar lo, ya? Terus makannya pasti di restoran bintang lima, nggak mungkin makan mie ayam di warung kayak tadi. Langsung sakit perut, kali.”
Changmin seketika tergelak mendengar komentar dari Juyeon.
“Lebay banget, sih, lo? Gue dulu sama Kak Sangyeon juga sering nge-date naik motor. Terus pergi ke mana aja yang kita mau. Makan sate ayam di warung kesukaan dia, ngabisin waktu berjam-jam cuman ditemenin susu segar sama roti bakar malem-malem sampe warungnya mau tutup, pernah main ke pasar malem juga.” Changmin terdiam sejenak sebelum melanjutkan dengan suara yang lebih pelan. “Seru deh, pokoknya.”
Juyeon tidak melewatkan sekilas kesedihan yang terpantul dari mata Changmin ketika ia menceritakan semua hal yang pernah dilakukannya dengan Sangyeon. Rasanya seperti ribuan memori luruh begitu saja menghujani cowok itu, membuatnya tiba-tiba merasa rindu.
“Sekarang udah nggak pernah?” tanya Juyeon, mencoba untuk tidak terlalu terdengar menyinggung.
Changmin menarik napas cepat, tersenyum kecil lalu menggeleng.
“Kenapa?”
“Sibuk,” jawab Changmin singkat. “Basi, ya? Tapi emang semenjak dia lulus kuliah gue langsung ngerasa jauh dari dia. Tiba-tiba jarang bales chat, tiap bales pun pasti singkat. Gue ngerti sih, dia pasti pusing mikirin tanggung jawab yang dibebanin orang tuanya ke dia. Mungkin juga dia nganggep kalo ngabisin waktu sama gue, tuh, hal yang sia-sia karena prioritas dia juga udah beda.”
Juyeon mengamati Changmin yang masih berucap dengan nada yang sangat kentara dengan kekalutan. Entah mengapa batinnya ikut merasa sesak.
“Kevin udah berkali-kali ngomong ini ke gue, katanya kalo beneran sayang harusnya nggak cuma satu orang yang berusaha.” Changmin mengakhiri ceritanya dengan tawa pahit yang berusaha disamarkan.
Bungkus es krim yang sudah habis isinya dilemparkan Juyeon ke dalam tempat sampah. Cowok itu lalu melipat kedua tangannya erat ke tubuhnya untuk menghalau udara yang semakin mendingin. Matanya menatap jauh ke langit gelap yang terlihat lengang tanpa kerlap-kerlip bintang.
“Orang kalo udah sayang pasti bakal cari waktu, sih. Sesibuk apapun,” ujar Juyeon tiba-tiba. “Nganggep orang yang disayangnya itu kayak healing, bukannya beban.”
Changmin tercenung mendengar kalimat yang terucap dari mulut Juyeon. Harusnya ia sudah mempersiapkan akan kemungkinan itu, namun ternyata tetap dirinya belum mampu. Membayangkan bahwa Sangyeon tak lagi memiliki rasa yang sama dengannya seketika membuat hatinya bergejolak aneh.
“Tapi seenggaknya lo udah berusaha, kan?”
Juyeon mendaratkan telapak tangannya di puncak kepala Changmin, memberinya usapan lembut yang menenangkan. Kemudian Changmin merasakan itu lagi. Perasaan asing yang sempat merasukinya sama seperti saat ia berada di studio latihan dengan Juyeon.
“Lo udah ngelakuin hal semampu yang lo bisa buat pertahanin hubungan lo sama dia. Gue bahkan belum tentu bisa kayak lo.” Juyeon seketika teringat akan masalahnya yang telah lalu dengan Chanhee. Bagaimana ia memilih untuk mengakhiri semuanya tanpa benar-benar mencoba untuk memperbaiki.
“Jadi, nanti kalo akhirnya nggak sesuai kayak yang lo pengen, nggak perlu terlalu kecewa,” sambung Juyeon kemudian.
Perlahan namun pasti, Changmin menarik sudut-sudut bibirnya hingga ia membentuk senyum yang terlihat tulus di mata Juyeon. Diam-diam Juyeon juga menghela napas lega. Ia tidak ingin Changmin merasa sedih saat bersamanya. Ia mau Changmin selalu merasa bahagia berada di sekitarnya.
“Sumpah, lo beneran baik banget. Lo emang selalu baik sama orang, ya?” tanya Changmin sungguh-sungguh. “Kok lo baik banget sama gue sih, Ju? Oh iya, gebetan lo itu-”
“Soalnya gue naksir sama lo, sih.”
Lidah Changmin seketika kelu tak dapat melanjutkan kalimatnya setelah Juyeon menyelanya dengan satu kalimat yang diucapkannya cepat dan seakan tanpa beban. Ketika Juyeon kembali melempar pandangannya ke arah jalanan, barulah Changmin mengatupkan bibirnya yang sempat ternganga tanpa sadar. Ia tidak yakin apakah ia salah mendengar, namun Changmin tidak memiliki nyali untuk menanyakannya lagi pada Juyeon.
Setelah itu hanya ada Juyeon yang mengajaknya pulang sebelum malam semakin larut. Tak ada lagi percakapan yang tercipta.