Ucapan selamat tinggal yang terucap dari mulut seseorang seharusnya menjadi tanda bahwa mereka benar-benar pergi. Namun jika mereka menggantinya dengan sampai jumpa lagi, ada janji dan harapan bahwa mereka akan datang kembali.

Bara tak pernah benar-benar mengucap keduanya.


Kedip lampu indikator di laptop milik Bara mencuri perhatian pemiliknya yang beberapa jam terakhir fokus menggoreskan pensil ke permukaan kertas. Ia masih berusaha merancang desain logo untuk usaha kue ibunya. Dirogohnya charger dari dalam tas kemudian disambungkannya pada laptop yang sudah hampir kehabisan daya itu. Lampu indikator berhenti berkedip.

Bara meregangkan otot-ototnya yang kaku setelah hampir tiga jam ia tak beranjak dari kursi. Tangannya berusaha menutupi mulutnya yang menguap lebar ketika ia memeriksa waktu di pojok layar laptopnya. Jam satu lewat.

Rumahnya sudah begitu sepi. Bara yakin ibu dan adiknya telah terlelap di ruang sebelah. Ia beranjak sejenak untuk memastikan. Ada lega yang tersirat di wajahnya setiap kali ia menyaksikan ibu dan adiknya tertidur sambil memeluk satu sama lain. Itu adalah salah satu cara untuk membayar kerinduan yang menumpuk selama beberapa tahun.

Setelah menutup pintu dengan hati-hati, Bara kembali menuju ruangan kecil yang sekarang ia gunakan sebagai kamar. Beberapa lembar kertas berisi coretan hasil idenya berserakan di atas meja, tetapi Bara belum merasa puas. Ia butuh mencari lebih banyak referensi untuk desainnya.

Tangan Bara mengarahkan kursornya untuk membuka akun Spotify. Ia butuh mendengarkan musik agar matanya yang sudah lima watt itu tetap terbuka. Ia menggulirkan halaman akunnya, mencari lagu yang pas untuk menemaninya malam ini. Hingga sebuah profil dengan ikon bar musik yang berada di sisi kanan halamannya membuyarkan perhatian Bara. Seseorang pada daftar temannya sedang mendengarkan musik.

Beberapa menit terlewat tanpa Bara sadari ketika matanya terfokus pada ikon yang bagai bergerak naik-turun membentuk gelombang itu, seperti terhanyut. Ia baru mengerjapkan matanya ketika judul lagu yang tertera di sana berubah. Bara membuang napas yang sedari tadi ditahannya. Ia kembali mencari lagu yang akan diputarnya. Tetapi satu foto profil yang seakan tersenyum ke arahnya itu terus mengganggunya. Bara mendecakkan lidahnya, menyerah untuk mencari lagu.

Sebagai gantinya ia meraih ponselnya yang belum disentuhnya sejak ia mulai mengerjakan desain. Ada beberapa pesan masuk. Entah mengapa hati kecil Bara selalu mencari satu nama itu. Nama yang tak pernah muncul lagi di notifikasinya. Padahal Bara juga tak mengharap apapun, tetapi pikirannya selalu tanpa sadar membuatnya mencari.

Rendra mengirim pesan paling banyak. Tak ada yang terlalu penting. Hanya menceritakan kesibukannya sehari-hari. Tetapi setidaknya itu membuat Bara mengetahui kabar sahabatnya di sana. Ditutupnya ruang pesan dari Rendra tanpa memberikan balasan. Jempolnya kembali menggulirkan layar cukup cepat hingga ia mencapai bagian bawah kotak masuknya. Jemarinya sempat gemetar ketika ia membuka ruang pesan yang sudah begitu lama diabaikannya itu.

bintang kecil.


Suara getar ponsel menyentakkan Bintang dari tidurnya. Ia mengangkat kepalanya yang tergeletak di permukaan meja, merasa sedikit pening. Diraihnya ponsel yang layarnya masih berkedip-kedip tanda ada panggilan masuk. Bintang mengucek matanya yang pedih sebelum mengangkat panggilan itu.

“Ya?” Suara Bintang yang serak begitu kentara.

Ada tawa pelan dari seberang yang begitu Bintang kenal. Perlahan senyumnya mengembang meski kelopak matanya masih menolak untuk terbuka.

“Ketiduran, ya?”

Bintang ikut tertawa pelan. “Kok, tau?”

“Spotify-nya masih nyala, tuh.”

Terpaksa Bintang membuka matanya untuk melihat layar laptop yang menampilkan halaman tugas yang belum selesai. Bintang beralih membuka akun Spotify yang ternyata memang masih memutar lagu dari album terbaru Niki. Ia sebelumnya sengaja mengatur album itu on repeat.

“Sealbum lagunya enak sampe ketiduran.” Bintang beralasan. Tangannya bergerak untuk menghentikan lagu dengan judul Facebook Friends yang masih terputar. “Kamu kenapa belum tidur?”

Jawaban dari seberang tiba-tiba teredam dari telinganya ketika Bintang melihat satu profil yang tengah memutar lagu yang sama, yang baru saja dihentikannya. Dadanya seketika terasa ngilu. Nama itu muncul lagi tanpa aba-aba. Lama Bintang hanya tercenung melihat layar laptopnya.

“...bin? Abin?”

Suara panggilan itu kembali masuk dalam pendengaran dan menyadarkan Bintang. Tergeragap Bintang membalasnya.

“Eh, i- iya, Ru. Gimana?”

“Ngantuk banget kamu, ya? Buruan tidur, gih. Udah jam segini juga.”

“Iya, aku ngelarin tugas dikit lagi. Udah mau selesai. Kamu tidur duluan aja.”

“Nggak ditemenin? Aku belum ngantuk banget, kok.”

“Hmm… oke.” Bintang menjawab pelan. Masih dengan ragu tangannya menutup halaman Spotify.

Terakhir matanya masih menangkap profil seseorang dengan username “baraditya”, sebelum ia benar-benar mengeklik tanda silang di sudut layar. Bintang menelan ludahnya dengan kepayahan sembari ia menghalau semua perasaan yang seakan meminta untuk dilepas.

“Biru.”

“Iya?”

“Temenin aku, ya, Ru? Temenin sampe aku selesai.”